Senin, 31 Oktober 2011

Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah

Sejarah Kerajaan Asahan dimulai dari penobatan raja pertama yang berlangsung meriah di sekitar kampung Tanjung. Peristiwa penabalan raja pertama kerajaan Asahan tersebut terjadi pada tanggal 27-12-1620, dan tanggal 27 Desember kemudian ditetapkan sebagai “Hari Jadi Kota Tanjung Balai” dengan surat keputusan DPRD Kota Tanjung Balai Nomor : 4/DPRD/TB/1986 tanggal 25-11-1986.
Asal usul nama kota “Tanjung Balai” menurut cerita rakyat yang ada di Tanjung Balai bermula dari sebuah kampung yang ada di sekitar ujung tanjung di muara Sungai Silau dan aliran Sungai Asahan.
Lama kelamaan balai yang dibangun semakin ramai disinggahi karena tempatnya yang strategis sebagai bandar kecil tempat melintas orang–orang  yang ingin bepergian ke hulu Sungai Silau. Tampat itu kemudian dinamai “Kampung Tanjung” dan orang lazim menyebutnya balai  “di tanjung”.

Dalam catatan sejarah, Kerajaan Asahan pernah dipimpin oleh 8 orang raja,
1.      Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah. Anak dari Sultan Alaiddin Mahkota Alam Johan Berdaulat (Sultan Alaiddin Riayat Syah Al Qahhar), Sultan Aceh ke-13 yang memerintah Aceh tahun 1537 – 1568, sementara ibunya adalah Siti Ungu Selendang Bulan, anak dari Raja Pinang Awan yang bergelar “Marhum Mangkat di Jambu”. Pinang Awan terletak di Kabupaten Labuhan Batu. Sebelumnya, Aceh telah menaklukkan negeri-neeri kecil di pesisir Sumatera Utara dan di dalam salah satu pertempuran inilah Raja Pinang Awan terbunuh dan anaknya Siti Ungu dibawa ke Aceh dan menikah dengan Sultan Alaiddin Riayat Syah Al Qahhar. Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah dimakamkan di tangkahan Sitarak.
2.      Sultan Said Rahmat Syah bin Abdul Jalil Rahmat Syah
3.      Sultan Muhammad Mahrum Rahmat Syah bin Said  17..  - 1760
4.      Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah II bin Muhammad Mahrum  1760 - 1765
5.      Sultan Dewa Rahmat Syah bin Abdul Jalil Rahmat Syah II  1765 – 1805
6.      Sultan Musa Rahmat Syah bin Dewa  1805 – 1808
7.      Sultan Muhammad Ali Rahmat Syah bin Dewa  1808 – 1813
8.      Sultan Muhammad Husin Rahmat Syah bin Muhammad Ali  1813 – 1859
9.      Sultan Ahmad Rahmat Syah bin Muhammad Husin  1859 – 1888
Di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Husin Rahmat Syah (1813 – 1859) dan anaknya, Sultan Ahmad Rahmat Syah, Asahan merupakan kerajaan yang disegani di daerah antara Serdang dan Siak dan mempunyai pengaruh besar di Batu Bara, Bilah dan Panai. Di masa inilah terjadi pertembungan antara Belanda, Inggris dan Aceh di Asahan, karena Belanda dan Inggris masing-masing bersaing untuk meluaskan kekuasaan penjajahan dan perdagangan mereka di pesisir timur Sumatera sementara Aceh pun berkeras mempertahankan kedaulatannya di Asahan.
Tuntutan Belanda terhadap negeri-negeri di Pesisir Timur termasuk Asahan adalah berdasarkan Perjanjian Siak yang ditandatangani oleh Belanda dengan Kesultanan Siak pada 1 Februari 1858. Berdasarkan perjanjian itu, Siak diserahkan kepada Belanda termasuk daerah taklukannya seperti Asahan, Batu Bara, Serdang, Deli, Langkat dan Tamiang. Berdasar sejarah, hak Siak atas kerajaan-kerajaan ini adalah berdasarkan penyerangannya pada tahun 1791. Tetapi kenyataannya adalah kekuasaan Siak hanya sebatas nama saja dan tidak diakui oleh banyak pihak.
Pada saat Elisa Netscher dilantik sebagai Residen Belanda di Riau pada tahun 1861, Beliau mengutus seorang pembesar Minangkabau, Raja Burhanuddin, ke negeri-negeri ini untuk menilai keadaan. Beliau melaporkan kepada Netscher bahwa tidak ada kerajaan yang mau mengakui kedaulatan Siak.
Deli, Serdang dan Langkat masih di bawah pengaruh Aceh tetapi bersedia menerima perlindungan Belanda. Hanya Asahan dan negeri di bawah pengaruhnya: Batu Bara, Panai dan Bilah, yang tidak mau berhubungan dengan Siak dan Belanda.
Pada Agustus 1862, Elisa Netscher dan Pembantu Residen Belanda di Siak, Arnold, diiringi oleh pembesar-pembesar Siak mengunjungi negeri-negeri yang terlibat. Walaupun mengalami beberapa kesulitan, Netscher berhasil menundukkan Panai, Bilah, Kota Pinang, Serdang, Deli dan Langkat di bawah kekuasaan Belanda. Hanya Asahan saja yang tidak bersedia tunduk, bahkan di pantai Asahan dikibarkan bendera Inggris.
Tindakan Belanda ini mendapat tantangan yang keras dari pedagang-pedagang Inggris di Pulau Penang karena mempunyai hubungan perdagangan yang erat, di mana nilai ekspor lada, rotan dan barang lain dari Sumatera bernilai 150.000 Poundsterling pertahun.
Sebelumnya Sultan Asahan dan Raja Muda Asahan telah memberitahu Gubernur negeri-negeri Selat, yaitu Kolonel Cavenagh, perihal niat Belanda. Major Man, Resident Councillor di Pulau Penang, kemudian dikirim ke Deli, Serdang dan Langkat untuk mengawasi keadaan.
Sultan Ibrahim, Aceh, turut menentang tindakan Belanda ini. Karena seluruh pesisir timur Sumatera sampai ke Panai dan Bilah adalah daerah takluknya. Justru itu, angkatan perang Aceh dikirim ke Tamiang, Langkat, Deli, Serdang, Batu Bara dan Asahan. Di Asahan dan Serdang angkatan perang Aceh disambut dengan baik. 
Sebagai balasan, pada tahun 1865, Belanda mengirim angkatan perangnya untuk menyerang Asahan, Serdang, Tamiang dan Batu Bara. Saat pasukan Belanda tiba di Asahan, Sultan Ahmad Rahmat Syah dan adik-adiknya, Tengku Muhammad Adil dan Tengku Pengeran Besar Muda, mundur ke daerah pedalaman.
Pada tahun 1868 Netscher kemudian mengangkat Tengku Naamal Allah, Yang Dipertuan Negeri Kualuh, menjadi pemangku Sultan Asahan dan melantik seorang Controleur Belanda sebagai penasehat. Namun kaum Batak tidak mau menyokong pemerintahannya dan menuntut kepulangan Sultan Ahmad Rahmat Syah.
Dari tahun 1868 sampai dengan 1886 Asahan diletakkan Netscher di bawah pentadbiran 4 orang pembesar Melayu.
Sultan Ahmad Rahmat Syah kemudian menyerah namun kaum Batak di pedalaman meneruskan perjuangan menentang Belanda. Pada tahun 1868 itu juga, Sultan Ahmad Rahmat Syah diasingkan Belanda ke Riau bersama adiknya, Tengku Muhammad Adil. Tengku Pengeran Besar Muda di asingkan ke Ambon.
Pak Netak, Raja Bandar Pulau di Hulu Asahan, mati semasa menentang Belanda pada tahun 1870. Perjuangan secara gerilya diteruskan, terutama pada tahun 1879 dan 1883.
Akhirnya pada tahun 1885, Belanda mengizinkan Sultan Ahmad Rahmat Syah pulang ke Asahan dengan syarat, beliau tidak boleh campur tangan mengenai politik. Beliau menandatangani perjanjian politik dengan Belanda (Akte Van Verband) pada 25 Maret 1886 di Bengkalis, lalu kembali memerintah Asahan dari 25 Maret 1886 sampai kemangkatannya 27 Juni 1888.
Di pihak Inggris, tantangan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di Pesisir Timur semakin lama semakin berkurang karena munculnya kekuatan-kekuatan besar yang baru seperti Perancis, Amerika Serikat, Jerman dan Italia yang masing-masing tertarik pula dengan Asia Tenggara. Inggris memandang lebih baik bekerjasama dengan Belanda. Lagi pula Belanda tengah melonggarkan dasar perdagangannya di Sumatera dan ini mendatangkan keuntungan kepada pedagang-pedagang Inggris di Pulau Penang dan Singapura.
Pada 2 Nopember 1871, Inggris menandatangani Perjanjian Sumatera dengan Belanda, isinya antara lain, Inggris membatalkan semua perlawanan terhadap Belanda di mana-mana daerah di Sumatera dan rakyat Inggris mempunyai hak berdagang yang sama dengan rakyat Belanda di Sumatera.

10.  Sultan Muhammad Husin Rahmat Syah II bin Tengku Muhammad Adil 1888 - 1915
Sultan Muhammad Husin II
6 Oktober 1888, Tengku Ngah Tanjung ditabalkan menjadi Sultan Asahan ke-10 dengan gelar Sultan Muhammad Husin Rahmat Syah II. Pelantikan ini dibuat berdasarkan wasiat saudara ayahnya, karena Sultan Ahmad Syah mangkat tanpa meninggalkan keturunan. Residen Belanda G. Scherer juga memberi persetujuan terhadap pelantikan ini.
Di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Hussein II, langkah-langkah diambil untuk memajukan Asahan seperti menggalakkan Syarikat Eropa membuka perusahaan di Asahan untuk memberi peluang pekerjaan bagi penduduknya. Pada tahun 1908, beliau bersama dengan adik-adiknya, Tengku Alang Yahya dan Tengku Musa, berkunjung ke Belanda untuk menerima gelar “Ridder der Orde van den Nederlanschen Leeuw” dari Ratu Wilhelmina.
Pada masa pemerintahannya, Sultan Muhammad Husin Rahmat Syah II melantik Tengku Alang Yahya sebagai Bendahara dan mengangkat anak sulungnya, Tengku Amir, sebagai Tengku Besar Asahan atau calon Sultan. Tetapi Tengku Amir mangkat tahun 1913 maka diangkatlah Tengku Su'ibun sebagai gantinya pada 7 Juli 1915.
Sultan Muhammad Hussein Rahmat Syah II mangkat pada usia 53 tahun. 
Oleh karena Tengku Su'ibun masih kanak-kanak, Tengku Alang Yahya (bendahara) dilantik menjadi pemangku sultan dengan gelar Tengku Regent Negeri Asahan.
Semasa ia menjadi Tengku Regent ini, Beliau menerima dua anugerah, yaitu “Officier der Orde van Oranje Nassau” dan “Ridder der Orde van den Nederlanschen Leeuw”.

11.  Sultan Su'ibun Abdul Jalil Rahmat Syah bin Muhammad Husin II (1915 – 1980)
15 Juni 1933, Tengku Su'ibun ditabalkan menjadi Sultan Asahan XI dengan gelar Sultan Su'ibun Abdul Jalil Rahmat Syah di Istana Kota Raja Indra Sakti, Tanjung Balai. Isteri Beliau, Tengku Nurul Asikin binti Tengku Al Haji Rahmad Bedagai, ditabalkan sebagai Tengku Suri (Tengku Permaisuri) Negeri Asahan, pada 17 Juni 1933.
Pendudukan Jepang di Indonesia sejak Maret 1942 hingga 1945 mengakibatkan keadaan yang menjadi carut-marut. Tiga hari setelah jatuhnya bom di Hiroshima, Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Di saat yang sama pula, diumumkan pemerintah Republik Indonesia dengan Soekarno sebagai Presiden dan Muhammad Hatta sebagai Wakilnya.
Pemimpin-pemimpin pergerakan di Indonesia, mendaulat Soekarno dan Hatta sebagai pemimpin tertinggi mereka, tetapi pada umumnya perkembangan revolusi di kebanyakan daerah di Sumatera Utara terlepas dari pergerakan di Jawa. Revolusi di Sumatera bermula pada Oktober 1945 pada saat tentara sekutu tiba di Sumatera untuk melucuti tentara Jepang.
Aktivis-aktivis pergerakan pada mulanya berperang dengan tentara Jepang yang sedang mundur untuk merebut senjata dan dengan tentara Inggris yang menduduki sebagian Kota Medan, Padang dan Palembang dan akhirnya dengan Belanda yang mengambil alih dari Tentara Inggris pada akhir tahun 1945

Revolusi Sosial 1946 dan berakhirnya Kesultanan Asahan
Dalam kemelut ini, keganasan dialihkan pula kepada golongan tradisional (Tengku dan Raja) yang selama ini dianggap oleh golongan petani, sebagai pro Belanda dan pro kolonial. Kebencian rakyat semakin meluap karena kebanyakan raja-raja itu tidak memberikan sokongan kepada pergerakan pro Republik (kecuali Sultan Siak), ditambah lagi tersebar pula kabar bahwa raja-raja itu telah menghubungi Belanda dengan harapan dapat memulihkan kembali kedudukan mereka.
Pergerakan anti kaum bangsawan kian merebak dan pemimpin republik tidak berkuasa menahannya. Dalam pada itu, beberapa pemimpin politik yang opportunis, dua diantaranya adalah Karim Marah Sutan dan Luat Siregar dari Partai Komunis Indonesia, menggunakan pergerakan anti kaum bangsawan ini sebagai landasan untuk memperkuat peta politiknya. Untuk mencapai tujuan ini, mereka membangkitkan sentimen rakyat, sampai akhirnya tercetuslah Revolusi Sosial di mana raja-raja dan keluarganya dibunuh beramai-ramai dengan kejam dan hartanya dirampas. Selain dari para bangsawan, para perusuh juga membunuh kalangan profesional yang berpendidikan barat, terutama mereka yang hidup mengikuti gaya hidup barat. Oleh karena itu, beberapa orang profesional berikut keluarganya juga turut dibunuh.
Keluarga Kesultanan Deli dan Serdang terselamatkan berkat penjagaan tentara Sekutu yang sedang bertugas di Medan untuk menerima penyerahan dari Jepang. Sementara di Serdang, beberapa orang keluarga raja sedari awal telah mendukung rakyat menentang Belanda.
Namun di Langkat, Istana Sultan dan rumah-rumah kerabat diserang dan rajanya dibunuh bersama keluarganya termasuk penyair besar Indonesia, Tengku Amir Hamzah yang dipancung di Kuala Begumit.
Keganasan yang paling dahsyat terjadi pada bulan Maret 1946 di Asahan dan di kerajaan-kerajaan Melayu di Labuhan Batu seperti Kualuh, Panai dan Kota Pinang. Di Labuhan Batu, daerah yang paling jauh dengan Kota Medan sehingga tidak dapat dilindungi oleh pasukan sekutu. Istana raja dikepung dan raja-rajanya pun dibunuh seperti Yang Dipertuan Tengku Al Haji Muhammad Syah (Kualuh), Sultan Bidar Alam Syah IV (Bilah), Sultan Mahmud Aman Gagar Alam Syah (Panai) dan Tengku Mustafa bergelar Yang Dipertuan Besar Makmur Perkasa Alam Syah (Kota Pinang). 
Di Asahan, sebagian besar keluarga raja dibunuh, namun Sultan Su'ibun selamat dan menyerahkan diri kepada Pemerintah Republik Indonesia di Pematang Siantar. Beliau mangkat 17 April 1980 di Medan dan dimakamkan di kompleks Masjid Raya Tanjung Balai.

Tengku dr Kamal Abraham Abdul Jalil Rahmat Syah 
   12. Tengku dr Kamal Abraham Abdul Jalil Rahmat Syah bin Sultan Su'ibun (1980 - sekarang)

Pertumbuhan dan perkembangan Kota Tanjung Balai sejak didirikan sebagai Gementee berdasarkan Besluit G.G. tanggal  27 Juni 1917 dengan Stbl. 1917 No. 284,  sebagai akibat dibukanya perkebunan-perkebunan di derah Sumatera Timur termasuk daerah Asahan seperti H.A.P.M., SIPEF, London Sumatera (Lonsum) dan lain-lain, maka Kota Tanjung Balai sebagai kota pelabuhan dan pintu masuk ke daerah Asahan menjadi penting artinya bagi perkembangan perekonomian Belanda.
Dengan telah berfungsinya jembatan Kisaran dan dibangunnya jalan kereta api Medan – Tanjung Balai, maka hasil-hasil dari perkebunan dapat lebih lancar disalurkan atau di ekspor melalui pelabuhan Tanjung Balai.
Untuk memperlancar kegiatan perkebunan, maskapai-maskapai Belanda membuka kantor dagangnya di kota Tanjung Balai antara lain:  kantor K.P.M., Borsumeij dan lain-lain, maka pada abad XX mulailah penduduk bangsa Eropa tinggal menetap di kota Tanjung Balai.
Assisten Resident van Asahan berkedudukan di Tanjung Balai dan karena jabatannya bertindak sebagai Walikota dan Ketua Dewan (Voorzitter van den Gemeen-teraad).
Sebagai kota pelabuhan dan tempat kedudukan Assisten Resident, Tanjung Balai juga merupakan tempat kedudukan Sultan Kerajaan Asahan.
Pada waktu Gementee Tanjung Balai didirikan atas Besluit G.G. tanggal 27 Juni 1917 No. 284, luas wilayah Gementee Tanjung Balai adalah 106 Ha.
Atas persetujuan Bupati Asahan melalui maklumat tanggal 11 Januari 1958 No. 260 daerah-daerah yang dikeluarkan (menurut Stbl. 1917 No. 641) dikembalikan pada batas semula, sehingga menjadi seluas 200 Ha.
Dengan keluarnya Undang-Undang Darurat No. 9 tahun 1956, Lembaran Negara 1956 No. 60 nama Hamintee Tanjung Balai diganti dengan Kota Kecil Tanjung Balai dan Jabatan Walikota terpisah dari Bupati Asahan berdasarkan surat Menteri Dalam Negeri tanggal 18 September 1956 No. U.P. 15 /2/3.
Selanjutnya dengan UU No. 1 Tahun 1957 nama Kota Kecil Tanjung Balai diganti menjadi Kotapraja Tanjung Balai.
Kepala Daerah yang pernah memimpin Kota Tanjung Balai sejak Tahun 1956 sampai sekarang :
1.    Dt Edwarsyah Syamsura   [ 1956 – 1958 ]
2.    Wan Wasmayuddin          [ 1958 – 1960 ]
3.    Zainal Abidin                  [ 1960 – 1965 ]
4.    Syaiful Alamsyah             [ 1965 – 1967 ]
5.    Anwar Idris                     [ 1967 – 1970 ]
6.    Patuan Naga Nasution       [ 1970 – 1975 ]
7.    H Bahrum Damanik           [ 1975 – 1980 ]
8.    Drs H Ibrahim Gani           [ 1980 – 1985 ]
9.    Ir H Marsyal Hutagalung   [ 1985 – 1990 ]
10.  Bachta Nizar Lubis, SH   [ 1990 – 1995 ]

11.  Drs H Abdul Muis Dalimunthe     [ 1995 – 2000 ]
dr Sutrisno Hadi, SpOG
12.  dr Sutrisno Hadi, SpOG  dan Mulkan Sinaga [2000-2005]
13.  dr Sutrisno Hadi, SpOG  dan Drs THAMRIN MUNTHE, Mhum [2005 – 2010]


14. Drs Thamrin Munthe, Mhum dan Rolel Harahap periode 7/2/2011 - 2016


Dari tahun ke tahun Kota Tanjung Balai terus berkembang, para pendatang dari berbagai tempat dengan tujuan untuk berdagang, kemudian menetap di Tanjung Balai, sehingga kota ini telah menjadi kota yang berpenduduk padat. 
Sebelum Kota Tanjung Balai diperluas dari hanya 199 Ha. (2 Km² ) menjadi 60 Km², kota ini pernah menjadi kota terpadat di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk lebih kurang 40.000 orang dengan kepadatan penduduk lebih kurang 20.000 jiwa per Km².
Akhirnya Kota Tanjung Balai diperluas menjadi ± 60 Km² dengan terbitnya   Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1987, tentang perubahan batas wilayah Kota Tanjung Balai dan Kabupaten Asahan, sehingga Kota Tanjung Balai terdiri dari 5 Kecamatan.
Berdasarkan SK. Gubsu No. 146.1/3372/SK/1993 tanggal 28 Oktober 1993 desa dan kelurahan telah dimekarkan menjadi bertambah 5 desa dan 7 kelurahan persiapan sehingga menjadi 19 desa dan 11 kelurahan di Kota Tanjung Balai.

Berdasarkan Perda No. 23 Tahun 2001 seluruh desa yang ada telah berubah status menjadi Kelurahan, sehingga Kota Tanjung Balai terdiri dari 30 Kelurahan.
Dengan keluarnya Peraturan Daerah Kota Tanjung Balai  Nomor 4 Tahun 2005 tanggal 4 Agustus 2005 tentang pembentukan Kecamatan Datuk Bandar Timur dan Nomor 3 Tahun 2006 tanggal 22 Pebruari 2006 tentang Pembentukan Kelurahan Pantai Johor di Kecamatan Datuk Bandar, maka wilayah Kota Tanjung Balai menjadi 6 Kecamatan dan 31 Kelurahan. Adapun Kecamatan yang ada di Kota Tanjung Balai adalah sebagai berikut :
1.    Kecamatan Datuk Bandar.
2.    Kecamatan Datuk Bandar Timur.
3.    Kecamatan Tanjung Balai Selatan.
4.    Kecamatan Tanjung Balai Utara.
5.    Kecamatan Sei Tualang Raso.
6.    Kecamatan Teluk Nibung


Kota Tanjung Balai terletak di antara 2° 58' LU dan 99° 48' BT, dengan luas wilayah 60,529 Km² ( 6.052,9 Ha.) berada dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Asahan dengan batas-batas sebagai berikut:
1.    Sebelah Selatan dengan Kecamatan Simpang Empat.
2.    Sebelah Utara dengan Kecamatan Tanjung Balai.
3.    Sebelah Timur dengan Kecamatan Sei Kepayang.
4.    Sebelah Barat dengan Kecamatan Simpang Empat.  

Rabu, 26 Oktober 2011

Pembunuh Muammar Khadafi


Sanad Sadegh al-Aribi, pemuda yang menembak mati Muammar Khadafi, kepada Fars News Iran, memaparkan bagaimana ia memutuskan untuk membunuh Khadafi.

Al-Aribi: Sanad Sadegh Al-Aribi, kelahiran Benghazi tahun 1989 (22 tahun) di wilayah Hay al-Majuri, sekarang saya tinggal di kota ini. Saya belajar sampai kelas tiga SMP, dan setelah itu, karena ayah saya sudah tua dan keluarga saya yang miskin, saya terpaksa bekerja dan meninggalkan sekolah.

Fars: Sejak kapan Anda bergabung dengan pasukan revolusioner dan apa motivasi Anda?

Al-Aribi: Saya hidup di kota Benghazi dan seperti yang Anda tahu, percikan pertama revolusi berasal dari kota itu. Oleh karena sedemikian besar kebencian saya kepada Khadafi dan keluarganya, pada hari-hari pertama saya bergabung dengan para pemuda revolusioner dan mengangkat senjata melawan Khadafi.

Fars: Apa alasan kebencian Anda kepada Khadafi dan keluarganya?

Al-Aribi: Anda harus menjadi orang Libya agar dapat memahami kebencian kami. Sudah selama 42 tahun dia berkuasa di negeri ini dan telah melakukan tekanan politik dan agama terburuk kepada bangsa ini. Pada masa kepemimpinan Khadafi, Libya telah menjadi tertawaan dunia. Karena dia (Khadafi) gila dan membuat malu bangsa dengan melontarkan pernyataan dan bertingkah memalukan. Dia adalah seorang diktator tulen yang selama 42 tahun telah membunuh ribuan warganya sendiri.

Fars: Itu alasan Anda membenci Khadafi, bagaimana dengan keluarganya?

Al-Aribi: Keluarga dan anak-anaknya, lebih buruk dari Khadafi. Mereka dengan seenaknya membunuh siapa saja yang mereka tidak sukai, jutaan uang rakyat yang menderita ini mereka hamburkan untuk berfoya-foya di bar-bar Eropa. Seif al-Islam misalnya, membayar lima juta dolar kepada seorang penyanyi Amerika untuk tampil semalam. Apakah orang seperti ini tidak berhak untuk dibenci?

Fars: Anda sekarang disebut sebagai pahlawan di Libya, mengapa?

Al-Aribi: Karena saya yang membunuh Khadafi.


Khadafi Ditinggal Sendirian

Fars: Dapat Anda ceritakan kembali perinciannya?

Al-Aribi: Kota Sirte telah jatuh (ke tangan pasukan revolusi). Saya anggota Brigade Benghazi. Bersama dengan beberapa teman, kami memisahkan diri dari brigade dan mulai mencari para pendukung Khadafi dari rumah-ke rumah. Kami tidak menemukan apapun. Saya usulkan kepada teman-teman untuk pergi ke wilayah al-Hadra. Ketika kami sampai di sana, kami melihat Khadafi. Saya mengenalnya dari rambut belakangnya yang acak-acakan. Dia bersama dengan beberapa orang sedang melarikan diri. Saya langsung berlari mengejar. Orang yang bersama Khadafi langsung melarikan diri ketika melihat saya bersama teman-teman saya sedang mengejar. Mereka meninggalkan Khadafi sendirian. Saya menarik rambut Khadafi dan menamparnya keras sekali.

Fars: Apa yang dikatakan Khadafi kepada Anda?

Al-Aribi: Khadafi mengatakan bahwa saya adalah putranya. Lalu saya kembali menamparnya. Khadafi kembali mengatakan dirinya seperti ayah saya, sebab, mengapa saya memukulinya. Saya sedemikian gugup waktu itu sehingga saya tidak sanggup berbicara. Oleh karena itu saya memaksanya berbaring di atas tanah dan saya mengikatnya kemudian memasukkannya ke dalam kendaraan. Saya ingin membawanya ke kota Benghazi.

Fars: Berarti Anda menangkap Khadafi dalam keadaan hidup?

Al-Aribi: Iya, dia masih hidup.

Fars: Apakah Anda menembak ketika menangkapnya?

Al-Aribi: Tidak, kami hanya menembak ke udara, dan setelah itu seperti yang saya bilang, saya hanya menarik rambutnya dari belakang.

Fars: Setelah Anda naikkan Khadafi ke dalam mobil, apa yang terjadi?

Al-Aribi: Saya dan teman-teman saya ingin membawanya ke Benghazi. Khadafi saya letakkan di atas kap mobil. Akan tetapi teman-teman saya berteriak bahwa kami telah menangkap Khadafi. Sebab itu , semua orang tahu bahwa mobil kami mengangkut Khadafi. Brigade revolusoner lainnya menyetop mobil kami. Mereka menyeret turun Khadafi dari mobil dan memukulinya. Saat itu, masing-masing dari mereka berupaya membawa Khadafi ke kota mereka masing-masing. Namun saya mengatakan bahwa saya yang menangkapnya dan dia harus dibawa ke Benghazi. Akan tetapi pasukan dari brigade lain tidak terima. Mereka ingin membawa Khadafi ke Misratah. Saya marah lalu saya menarik pistol saya dan membunuhnya.

Fars: Bagaimana Anda membunuhnya?

Al-Aribi: Dengan pistol saya, saya tembakkan dua peluru ke perut dan dadanya dan di situ saya mengatakan bahwa Khadafi mati di sini atau pergi ke Benghazi dengan saya.

Fars: Apakah saat itu juga dia meninggal?

Al-Aribi: Tidak, setelah itu kami memasukkannya ke dalam ambulans, akan tetapi dia mati dalam perjalanan.

Fars: Dalam banyak foto kami melihat bahwa Khadafi bersembunyi di sebuah lubang kecil dan tewas di sana?

Al-Aribi: Berita itu tidak benar, Khadafi tidak bersembunyi di dalam lorong itu. Tetapi sebelumnya dia menggunakan lubang tersebut untuk bersembunyi. Meski lubang itu tidak jauh dari tempat saya menangkap Khadafi, tapi dia tidak dalam lubang itu saat saya tangkap.

Fars: Baju apa yang dikenakan Khadafi dan apa saja yang dibawanya?

Al-Aribi: Ketika saya tangkap dia mengenakan baju militer berwarna cokelat dan membawa sebuah pistol emas yang nantinya pistol itu dibawa oleh Brigade Misrata. Juga membawa dua cincin emas yang salah satunya terukir nama istrinya. Baju dan cincin Khadafi itu saat ini ada di tangan saya dan insya Allah beberapa hari lagi saya akan menyerahkannya kepada museum Tripoli.

Fars: Apakah Anda pernah membayangkan bahwa suatu hari Khadafi akan tewas di tangan Anda?

Al-Aribi: Saya yakin bahwa Khadafi akan tewas dan kami akan menang, tapi tidak, saya tidak pernah membayangkan bisa membunuh Khadafi.

Fars: Apakah tidak lebih baik Khadafi diadili?

Al-Aribi: Pengadilannya memang baik dalam beberapa hal, tapi pada akhirnya saya membunuhnya, mungkin ini lebih baik bagi rakyat Libya.

Fars: Mengapa Anda berpedapat kematian Khadafi lebih baik bagi rakyat Libya?

Al-Aribi: karena jika dia tertangkap dan dipenjara, maka para pendukungnya akan terus berharap dapat membebaskannya dan kami akan kembali berperang. Negara kami akan tidak aman. Akan tetapi setelah kematiannya, maka mereka sudah tidak memiliki harapan lagi.

Fars: Sebagian pihak berpendapat bahwa kematian Khadafi adalah keinginan Barat sehingga dia tidak diadili, bagaimana menurut Anda?

Al-Aribi: Saya tidak tahu apakah itu kemauan Barat atau tidak, akan tetapi saya secara kebetulan membunuhnya. Seperti yang saya katakan, saya hanya ingin membawanya ke kota Benghazi, mereka mencegah saya maka saya langsung membunuhnya.

Fars: Jika seandainya Anda bertemu Khadafi untuk kedua kalinya, apakah Anda tetap akan membunuhanya?

Al-Aribi: 100 % akan tetapi mungkin kali ini saya hanya akan menembakkan satu peluru saja. Satu peluru saja dan itu di kepalanya.

Fars: NATO mengklaim bahwa Khadafi tewas karena bombardir udaranya, bagaimana menurut Anda?

Al-Aribi: Bohong!


Khadafi Membunuh Paman Saya

Fars: Ketika Anda menembak Khadafi, apa yang terlintas dalam benak Anda?

Al-Aribi: Semua kejahatan dan kezalimannya selama 42 tahun. Khadafi menghukum mati salah satu paman saya tanpa sebab. Ketika saya menembaknya, saat itu saya merasa paman saya tersenyum.

Fars: Jika Anda melihat Hosni Mubarak atau diktator lainnya, apakah Anda juga akan membunuh mereka?

Al-Aribi: Tidak, karena saya percaya bahwa setiap diktator harus mati di tangan rakyatnya. Saya ingin Mubarak mati di tangan rakyatnya dan Ali Abdullah Saleh mati di tangan rakyat Yaman.

Fars: Apakah Anda tidak khawatir NATO akan berkuasa di negara ini menggantikan Khadafi?

Mustafa Abdul Jalil
Al-Aribi: Saya meyakini tekad Abdul Jalil (Ketua Dewan Transisi Nasional NTC) dan saya yakin dia tidak akan menerima pemerintahan boneka.

Fars: Apakah kemenangan revolusioner Libya berkat NATO?

Al-Aribi: Sebagian operasi anti-Khadafi memang mereka yang melakukan, tetapi kemenangan Libya berkat perjuangan rakyatnya.

Fars: Beberapa waktu terungkap dokumen bahwa sebuah perusahaan Inggris telah menandatangani kontrak dengan Libya di sektor minyak.

Al-Aribi: Seperti yang telah saya katakan, saya meyakini tekad Abdul Jalil, dan bahwa dia tidak akan berkhianat terhadap Libya.

Fars: Apa harapan Anda sebagai seorang revolusioner?

Al-Aribi: Sebuah negara yang bebas dan demokratis di mana hak seluruh rakyatnya terjaga.

Fars: Sebelumnya Abdul Jalil mengumumkan bahwa Dewan Transisi Nasional (NTC) akan memberi hadiah jutaan dolar kepada orang yang mambunuh Khadafi. Apakah Anda sudah menerima hadiah itu?

Al-Aribi: Belum, jika saya terima, akan saya kembalikan kepada negara.


Kita berharap Sanad sadegh al Aribi akan berumur panjang tapi hidup sakit-sakitan dan miskin, sebagai siksa di dunia, karena tak manusiawi memperlakukan Muammar Khadafi yang sudah menyerah tanpa perlawanan.

Jumat, 21 Oktober 2011

Selamat Jalan Muammar Khadafi


Pemimpin Libya yang digulingkan, Muammar Khadafi, hidup dalam pelarian sejak Dewan Transisi Nasional (NTC) merebut Tripoli pada Agustus 2011. Kemarin (20-10-2011), langkahnya terhenti. Di kota kelahirannya, Sirte, timah panas pemberontak, mengakhiri hidupnya.
Khadafi membayar lunas janjinya. Saat diberitakan melarikan diri ke Nigeria, dia lantang membantah. Baginya, mati di Libya lebih terhormat.
Ia bersumpah untuk mati membela negara dan selalu mencerca serangan NATO yang membantu menggulingkan rezimnya.
Di bawah ini adalah reaksi dari para tokoh dunia atas kematiannya:
Sekjen PBB Ban Ki-moon
Hari ini menandai transisi bersejarah bagi Libya. Pada hari-hari mendatang, kita akan menyaksikan adegan perayaan serta kesedihan bagi mereka yang kehilangan begitu banyak. Sekarang adalah waktu untuk semua warga Libya untuk bersatu. Libya hanya dapat mewujudkan cita-cita masa depan dengan persatuan nasional dan rekonsiliasi. Pejuang di kedua belah pihak harus meletakkan senjata mereka dalam damai. Ini adalah waktu untuk penyembuhan dan membangun kembali,  bukan untuk balas dendam.

Presiden AS Barack Obama
Selama empat dekade, rezim Khadafi memerintah rakyat Libya dengan tangan besi. Hak asasi manusia mereka tolak. Warga sipil ditahan, dipukuli, dan dibunuh. Kekayaan Libya disia-siakan dan teror digunakan sebagai senjata politik. Hari ini kita mengatakan bahwa rezim Khadafi telah berakhir.

Pimpinan Uni Eropa, Herman Van Rompuy
Kematian Khadafi menandai akhir dari sebuah era despotisme. Bahwa Khadafi tewas dalam serangan di Sirte, berarti mengakhiri juga represi yang menyebabkan orang-orang Libya menderita terlalu lama.

Perdana Menteri Inggris David Cameron

Orang-orang di Libya saat ini memiliki kesempatan yang lebih besar setelah ini. Mereka bisa membangun sendiri masa depan yang kuat dan demokratis.

Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi
Sekarang perang berakhir. Sic transit gloria mundi (lewatlah kemenangan di dunia)

Presiden Prancis Nicolas Sarkozy

Hilangnya Muammar Khadafi merupakan langkah maju yang besar dalam pertempuran lebih dari delapan bulan oleh orang-orang Libya untuk membebaskan diri dari rezim diktator dan kekerasan yang dikenakan pada mereka selama lebih dari 40 tahun.

Kanselir Jerman, Angela Merkel

Dengan ini, perang berdarah, yang dipimpin Khadafi terhadap rakyatnya sendiri, berakhir. Libya sekarang harus cepat mengambil langkah tegas, lebih jauh menuju demokrasi, dan membuat prestasi.

Senator AS, John McCain
Amerika Serikat, bersama dengan sekutu Eropa kami dan mitra Arab, sekarang harus memperdalam dukungan bagi rakyat Libya, karena mereka bekerja untuk membuat fase berikutnya dari revolusi demokratis. Mereka akan berhasil seperti perjuangan untuk membebaskan negara mereka.

Keith Ellison, Muslim pertama yang terpilih dalam Kongres AS
Libya aman sekarang, setelah kematian Khadafi dan dunia Arab sekarang bebas. Tetapi jangan pernah merayakan kematian seseorang, bahkan orang jahat sekalipun.



Tanggapan Zulfahmi
Innaalillaahi wainnaa ilaihi rajiuun.
Kegigihan Muammar Khadafi membangun dan mensejahterakan rakyat selama 42 tahun akan dikenang dan sangat dirindukan rakyat Libya, setelah jasadnya dikubur.
Alternatif model demokrasi dan tata negara yang dicontohkannya serta amal baktinya, akan mengantarkannya meraih ridha Allah (surga, amiin). 
Kami akan mengenang bagaimana engkau berkarya bagi bangsamu walau orang kafir membenci.
Sejak 19-3-2011 NATO (khususnya Amerika Serikat, Inggris dan Prancis) terus-menerus menginvasi dan mengadu domba rakyat Libya. 
Kita menunggu kedatangan azab Allah kepa NATO, khususnya Perancis.


Seorang saksi menyatakan sesaat sebelum shalat subuh pada hari Kamis 20-10-2011, Khadafi dikelilingi oleh beberapa lusin pengawal setia dan disertai oleh Abu Bakr Younis Jabr, kepala pasukannya yang turut tewas. Kaum revolusioner telah menguasai Sirte melalui pertempuran senjata yang sengit.

Khadafi, kemudian menuju barat dalam konvoi bersenjata 15 truk. Namun belum jauh berjalan, bom salah satu pesawat NATO menghantam konvoi dekat Sirte pada sekitar 08.30 

Gerard Longuet, menteri pertahanan Perancis, kemudian menegaskan bahwa serangan [yang menghancurkan 15 truk dan menewaskan 50 orang Khadafi] dilakukan oleh angkatan udara Perancis.

Namun, Khadafi dan segelintir anak buahnya lolos dari kematian dan  bersembunyi di dua pipa drainase. Di sinilah ia ditangkap.







Kitab Hijau


Khadafi lahir di tenda Badui, di gurun pasir dekat Kota Sirte, pada 7 Juni 1942. Ayahnya berasal dari suku kecil keturunan Barbar Arab, yaitu Khadafa. Nama Khadafi diambil dari nama kampung tempat kelahirannya.

Ia merupakan anak bungsu dari keluarga miskin yang sering berpindah-pindah tempat atau nomaden. Ibunya seorang Yahudi yang mulai memeluk agama Islam sejak berusia sembilan tahun. Artinya, Khadafi merupakan seorang Yahudi menurut Judaisme.


Dia mengawali pendidikan sekolah dasar hingga menengah pertama di lingkungan madrasah tradisional. Kemudian, ia bersekolah di SMA Sebha di Fezzan dari 1956 hingga 1961. 



Khadafi dan sekelompok kecil teman-temannya yang dia temui di sekolah ini, kemudian membentuk kepemimpinan utama dari sebuah kelompok revolusiner militan yang kelak merebut kekuasaan negara Libya. Tumbuh saat dunia Arab sedang bergolak, Khadafi cilik menyerap semua konflik itu ke otak kecilnya. Di Palestina, konflik berlarut-larut setelah Yahudi membentuk negara Israel pada 1948. Dia juga larut dalam gelora nasionalisme Arab yang diteriakkan pemimpin Mesir Gammal Abdul Nasser pada 1952.

Sejak menimba ilmu di madrasah, Khadafi kecil menaruh minat besar pada pelajaran sejarah. Usai menamatkan SMA, pada 1961 Khadafi dikeluarkan dari wilayah Sebha karena aktivitas politiknya. Ia pun meninggalkan Sebha dan melanjutkan kuliah di Universitas Libya, hingga sarjana muda pada 1963.


Khadafi muda menyadari tak cukup bekalnya untuk menggulingkan kekuasaan raja dan memiliki pengaruh jika dia tetap sebagai orang sipil. Ia pun mengikuti tes masuk ke Akademi Militer di Benghazi pada 1963. Ia lulus dan mulai menjalani pendidikan sebagai taruna militer. Di Libya pada saat itu, menjadi tentara adalah peluang emas untuk bisa memperbaiki taraf hidup bagi keluarga kurang mampu. Selama dalam lingkungan akademi militer, Khadafi membentuk sebuah kelompok rahasia yang bertujuan menjatuhkan monarki Libya yang pro-Barat.


Ia mengajak beberapa rekannya dalam kelompok rahasia tersebut. Begitu juga saat mengikuti pendidikan lanjutan militer di Inggris dan Yunani pada 1966, ia mempelajari ilmu politik.


Ia betul-betul terinspirasi dari Kolonel Gamal Abdul Nasser, seorang negarawan yang populer di Mesir, yang naik ke takhta kepresidenan dengan menganjurkan persatuan Arab dan menghujat Barat. Sebaliknya, ia membenci Raja Idris. Khadafi muda malu melihat negara Arab, yaitu Mesir, Suriah, dan Yordania, kalah perang dengan Israel di tiga front pada 1967.


Dia semakin geram karena Raja Idris hanya berpangku tangan melihat sesama bangsa Arab dipermalukan Israel dalam Perang Enam Hari. Di situ tekadnya kuat: menggulingkan Raja Idris. Ia pun bertekad mengganti sistem pemerintahan, yang memungkinkan rakyat mengatur dirinya sendiri dengan tanpa adanya lembaga legislatif ataupun eksekutif.


Buku Hijau merupakan catatan refleksi dan aksi mengenai suatu revolusi sosial. Khadafi juga menjadi pelaku revolusi sosial tersebut. Di dalam buku inilah konsep pemikiran sosialisme Khadafi dituangkan. Ada tiga hal mendasar dalam konsepnya.


Pertama, demokrasi. Ia menolak sistem perwakilan yang diklaim sebagai bentuk demokratisasi. Alasannya, kedaulatan rakyat tidak bisa dijalankan dengan sistem perwakilan. Kedaulatan rakyat hanya bisa dilakukan rakyat sendiri. Karena itu, Khadafi menolak parlemen, partai, dan pemilihan umum atau referendum.

Jalan keluarnya, menurut Khadafi, harus dibentuk kongres rakyat dan komite rakyat. Awalnya, suatu komunitas rakyat masing-masing membentuk kongres rakyat utama, lengkap dengan sekretariatnya. Sekretariat ini kemudian bersama-sama membentuk kongres rakyat. Maka, roda administrasi dijalankan lembaga ini yang bertanggung jawab pada kongres rakyat utama.


Kedua, Khadafi juga tidak sepakat dengan inti dari kapitalisme, yakni kepemilikan pribadi.
Alasannya, akan membuka peluang tak terbatas bagi individu untuk memuaskan kebutuhannya. Sehingga, akan terjadi eksploitasi manusia oleh manusia dalam masyarakat kapitalis. Khadafi lebih memilih memberikan tanggung jawab pemerataan kekayaan kepada rakyat.


Ketiga, untuk menghadapi penyakit-penyakit sosial, jawabannya terletak pada keluarga. Keluarga bagi Khadafi merupakan basis sosial utama bagi masyarakat. Negara sangat ditentukan oleh dinamika suatu keluarga, yang kemudian meluas dalam suku dan bangsa.


Lewat buku tersebut kita bisa menelaah secara langsung pokok-pokok pikiran seorang kolonel yang pernah melakukan kudeta di negerinya. Khadafi bisa dilihat sebagai sosok kontroversial sekaligus diktator di negerinya sendiri. Tetapi di sisi lain, ia juga sosok yang memberikan keadilan bagi rakyat Libya. Tentu saja jika dilihat dari konteks sejarah Libya di masa lalu saat rakyat terbelengu oleh monarki absolut yang dijalankan penguasa Raja Idris.


Membaca Khadafi tak bisa dilepaskan dari konflik Perang Dingin antara Blok Timur pimpinan Uni Soviet dan Blok Barat yang diarsiteki Amerika Serikat. Setelah berakhirnya Perang Dingin itu, Khadafi mencatatkan dirinya dalam lembaran sejarah dunia sebagai salah satu tokoh dunia yang berhasil menciptakan eksperimen sosialisme di negaranya. Ia layaknya Fidel Castro dan Che Guevara yang juga mempraktikkan sosialisme di Kuba atau Daniel Ortega di Nikaragua, berdasarkan tafsiran sosialismenya masing- masing.


The Green Book memberi persfektif lain seorang Khadafi. Ia ternyata seorang pemikir sosial yang berani memberikan pandangan lain terkait perubahan sosial, berani mengambil risiko sehingga terbuka ruang alternatif bagi rakyat.