Rabu, 23 Maret 2011

Gubsu Syamsul Arifin didakwa, Gatot Pudjo Nugroho Menjadi Plt

Pemerintah resmi  menonaktifkan Gubernur Sumatera Utara, Syamsul Arifin, SE.  Penonaktifan itu dilakukan karena Syamsul menyandang status terdakwa dalam kasus dugaan penyalahgunaan APBD Langkat pada 2000-2007.

Kementerian Dalam Negeri RI sudah menerima Keppres (Keputusan Presiden)  pemberhentian sementara Gubernur Sumatra Utara. Keppres itu kami terima  Selasa (22/3) kemarin,” kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Reydonnyzar Moenoek saat dihubungi Republika, Rabu (23/3) pagi.

Untuk mengisi kekosongan pimpinan, lanjut Reydonnyzar,  Wakil Gubernur Sumatra Utara saat ini,  Gatot Pudjo Nugroho rencananya akan dipanggil dalam waktu dekat ini. Gatot akan diberi pengarahan karena ia akan menyandang jabatan sebagai Pelaksana Tugas (PLT) Gubernur Sumatra Utara.

Seperti diketahui, Gubernur Sumatera Utara Syamsul Arifin diancam hukuman 20 tahun penjara karena diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam dugaan korupsi dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Langkat 2000-2007. Kala itu, Syamsul menjabat sebagai Bupati Langkat.
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum menyatakan Syamsul didakwa dengan dakwaan primer Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara dakwaan subsidernya mengacu pada Pasal 3 UU yang sama. Akibat perbuatannya itu, negara  diduga mengalami  kerugian hingga Rp 97,8 miliar.

Pasal 30 Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah:
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD apabila dinyatakan melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan.
(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 31
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara.
(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD karena terbukti melakukan makar dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dinyatakan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 33
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5) setelah melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, paling lambat 30 (tiga puluh) hari Presiden telah merehabilitasikan dan mengaktifkan kembali kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang bersangkutan sampai dengan akhir masa jabatannya.
(2) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah berakhir masa jabatannya, Presiden merehabilitasikan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang bersangkutan dan tidak mengaktifkannya kembali.

Pasal 34
(1) Apabila kepala daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5), wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan kewajiban kepala daerah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 35
(1) Apabila kepala daerah diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2), Pasal 31 ayat (2), dan Pasal 32 ayat (7) jabatan kepala daerah diganti oleh wakil kepala daerah sampai berakhir masa jabatannya dan proses pelaksanaannya dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Paripurna DPRD dan disahkan oleh Presiden.
(2) Apabila terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sisa masa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan, kepala daerah mengusulkan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Tidak ada komentar: