Minggu, 01 November 2009

Evaluasi otonomi daerah

Penilaian efektivitas otonomi daerah sebaiknya berdasarkan pendekatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), setelah pendapatan murni daerah benar-benar dikembalikan ke daerah yang menghasilkannya.
Yang sudah dialokasikan dengan cara yang logis pada saat ini adalah penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). 
Sementara penerimaan PPh Pasal 25/29 perorangan dan PPh Pasal 21 belum dialokasikan dengan cara yang logis.


Maka pasal 13 ayat (1) UU 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah perlu segera direvisi, dan dimasukkan dalam rumusan National Summit 2009. Formula perimbangan yang diusulkan untuk diterapkan mulai tahun anggaran terdekat 2011 adalah 90% untuk pemerintah daerah dan 10% untuk pemerintah pusat. Formula perimbangan yang kini diterapkan adalah 20% untuk pemerintah daerah, 80% untuk pemerintah pusat.


Dengan merevisi penerapan formula perimbangan PPh Pasal 25/29 perorangan dan PPh Pasal 21 ini otomatis daerah yang belum mampu melaksanakan otonomi daerah akan ketahuan dengan segera. Sehingga dapat segera diambil kesimpulan kabupaten/kota mana yang harus segera bergabung kembali ke kabupaten induk.


Formula perimbangan keuangan pusat dan daerah yang berlaku kni tidak adil dan menjadi salah satu sebab 34 daerah pemekaran menjadi tambah miskin.
Dengan demikian kesan pemekaran daerah hanya sekedar untuk bagi-bagi jabatan di antara elit-elit daerah atau hanya dapat menciptakan raja-raja kecil di daerah tanpa ada efeknya bagi rakyat, tidak terulang lagi pada masa yang akan datang.


Bagi daerah yang mengalami peningkatan PAD dari revisi formula perimbangan keuangan pusat dan daerah tersebut, wajib membelanjakannya untuk menambah panjang ruas jalan kabupaten dan ruas jalan provinsi, agar tanah kosong terlantar di desa-desa terpencil dapat ditanami pohon-pohon perkebunan sehingga desa-desa terpencil dapat dimaksimalkan hasil-hasilnya, dan kerusakan lingkungan secara berbarengan dapat ditanggulangi. Pilihan tindakan ini disebut dengan tolak bencana dengan menghijau makmurkan bumi.


Pembatasan pemekaran daerah dengan alasan menunggu kabinet dapat berkerja efektif dulu, atau dengan menunggu penjadwalan ulang selesai, atau tunggu dulu nanti tahun 2014 setelah masa jabatan (Kabinet Indonesia Bersatu) KIB 2 berakhir, adalah jawaban-jawaban yang tidak akan bermanfaat bagi rakyat, hanya dapat melegakan pihak tertentu saja, karena terkesan mengada-ada.
Pilihan yang layak ditempuh untuk mensejahterakan rakyat daerah hasil pemekaran adalah ketentuan menelantarkan tanah kosong 3 tahun akan kehilangan haknya, perlu diwacanakan KIB 2. Hal ini akan membuat Indonesia menjadi panutan pengurangan gas rumah kaca, pelestarian lingkungan, pemulihan lapisan ozon, dan deforestasi. Di samping dapat mendorong peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB), insyaallah fantastis.

Tidak ada komentar: