Kasus Pimpinan KPK harus lanjut ke pengadilan
Tim 8 pencari fakta kasus pemerasan, suap atau penyalahgunaan wewenang oleh wakil ketua KPK non aktif Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah, hingga (11/11) belum mendapat bukti yang memadai untuk menyimpulkan apakah Bibit-Chandra menerima aliran uang dari Anggoro Widjaja. Setelah selesai mengambil keterangan di gedung Dewan Pertimbangan Presiden (wantimpres) dari Ari Muladi (7/11) dan dari Antasari Azhar mantan ketua KPK (7 dan 8/11).
Bukti Bibit-Chandra menerima aliran uang dari Anggoro Widjaja belum terbukti secara memadai karena Ari Muladi membatalkan kesaksiannya kepada juru periksa mabes polri yang mengatakan ia secara langsung menyerahkan uang tersebut kepada Bibit Samad Rianto Rp 1,5 milyar kepada Chandra M Hamzah Rp 1 milyar. Ari Muladi meralat keterangannya dengan mengatakan, uang ia serahkan kepada Yulianto, Yulianto menyerahkan kepada Edi Raharja, Edi Raharja menyerahkan kepada Bibit-Chandra. Namun demikian kasus ini cukup layak diajukan ke pengadilan.
Pemberian uang kepada anggota KPK dilakukan Anggoro Widjaja karena (setelah) KPK melakukan penggeledahan terhadap kantor PT Masaro, pemenang tender proyek pengadaan Radio Terpadu Kehutanan milik Departemen Kehutanan. Dalam hal ini, penggeledahan yang dilakukan KPK adalah salah orang. Karena proyek pengalihan fungsi hutan menjadi pelabuhan Tanjung Api-api tidak ditangani PT Masaro. Penggeledahan KPK juga dilakukan terhadap rumah kediaman Anggoro Widjaja dan rumah Anggodo Widjaja. Penggeledahan tersebut diartikan oleh Anggoro sebagai upaya KPK memperoleh sejumlah uang darinya. Hal ini harus menjadi tanda tanya bagi pemeriksa.
Oleh karena kasus ini sudah dilaporkan ke Presiden Senin (10/11) dan belum diperiksa di pengadilan menyusul munculnya kubu yang pamer solidaritas mendukung Bibit-Chandra yang menganggap keduanya tidak menerima suap, memeras dan atau menyalah gunakan wewenang sebagai anggota KPK.
Untuk mendapatkan bukti yang lebih akurat yang bisa menambah keyakinan atas kasus yang masih kabur, semu ini sebaiknya tim 8 secepatnya, memanggil ahli hipnotis Uya Kuya dan atau Romi Rafael ke gedung wantimpres. Untuk membantu tim 8 mendapat keterangan yang lebih lengkap dari Ari Muladi.
Agaknya perlu dipertimbangkan, dengan bantuan Uya Kuya dan atau Romi Rafael. Melalui cara hipnotis dapat diambil keterangan dari Ari Muladi sekali lagi. Karena cara hipnotis dapat dipercaya sebagian besar rakyat Indonesia, mengenai keabsahan keterangan pertama Ari Muladi kepada juru periksa bareskrim mabes polri. Lantas, selama pemeriksaan secara hipnotis ini berlangsung sebaiknya tim 8 merekamnya dengan kamera video.
Kenakalan Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah di MK sudah terlihat nyata, mereka melakukan uji materil yang merupakan cara pasal 32 ayat (1) huruf c undang-undang 23 tahun 2001 tentang KPK menjaga kesucian anggota KPK, yang merupakan syarat menjadi anggota KPK, yang tidak boleh bermain-main dalam memberantas korupsi.
Bibit-Chandra harus menjalani azab akibat kezalimannya, karena dengan trik kotornya seolah-olah mereka tidak menemukan masalah atas orang yang telah memenjarakan penghijau makmurkan bumi, tanah terlantar eks hutan register 40 di Padang Lawas, Sumut, yang sudah menjadi tanah kosong terlantar lebih dari 60 tahun. Tebang pilih dalam memberantas korupsi, pilih bulu siapa yang boleh mengambil hasil dari hutan, serta menghalangi orang menghijau makmurkan tanah eks hutan menjadi perkebunan.
QS Huud:46. Allah berfirman: "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat) nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar