Sabtu, 15 Januari 2011

Balon independent

Waspada 15-1-2011
Beberapa pasangan calon bupati dan wakil bupati dari Kabupaten Aceh Utara yang akan bergabung di pemilukada 2011 lewat jalur independen, mulai melancarkan aksi dengan bergarilya ke gampong-gampong (desa-desa) untuk mencari kartu tanda penduduk (KTP).

Dikabarkan, jumlah KTP yang harus dimiliki masing-masing pasangan mencapai 20 ribu lembar. Beberapa warga mengatakan, para calon bupati dan wakil bupati telah membangun hubungan emosional dan melakukan kontrak politik dengan para tokoh masyarakat.

Meskipun proses penetapan calon bupati dan wakil bupati masih terpaut beberapa bulan ke depan, namun mereka telah turun ke gampong-gampong untuk melaksanakan kegiatan silahturahmi. Dalam pertemuan tersebut, para calon menanyakan hal apa yang paling dibutuhkan masyarakat.

“Itu karena ada maunya, mereka turun ramai-ramai ke gampong-gampong. Coba kalau mereka telah terpilih nanti, diundang mereka tidak mau hadir dengan seribu alasan yang tak jelas,” kata tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya, pagi ini.

Beberapa calon bupati dan wakil bupati Aceh Utara yang namanya telah mencuat, yakni Ilyas A Hamid, Fajri dari Unimal, A Hadi Arifin, mantan rektor Unimal, Umar HN, dari kalangan jurnalis, Hamid Zein, Zainal Abidin Badar, dan beberapa pasangan lainnya.



Pendapat Zulfahmi

Jumlah dukungan bagi bakal calon kepala daerah dari jalur perseorangan atau independent adalah 6,5% dari jumlah warga untuk kabupaten/kota yang jumlah penduduknya sampai dengan 250.000 jiwa. Hanya Aceh Besar, Aceh Timur, Bireuen, Pidie dan Tamiang yang 5%, karena jumlah warganya di antara 250.000 -500.000 jiwa. Dan Aceh Utara 4% karena jumlah warganya di atas 500.000.
Daftar dukungan dibuat per desa/kelurahan, sebaiknya disusun menggunakan program Excel, agar pengetikan bisa lebih cepat dan mudah sehingga pengelompokan/pengurutan ulang dapat dilakukan dalam hitungan detik. Hal ini penting bagi balon dan penyelenggara untuk menemukan dengan cepat keberadaan dukungan ganda pada saat verifikasi administrasi.
Manipulasi dukungan sering terjadi dalam bentuk pemalsuan tanda tangan warga, oleh tim balon. Hal ini akan ketahuan pada saat verifikasi faktual.
Memperoleh jumlah dukungan yang disyaratkan kini sudah semakin sulit karena PNS tidak boleh lagi menjadi pendukung balon independent.


Republika 14-12-2010

Kalangan pemohon uji materi pasal 256 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang mengatur calon perseorangan, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) segera mengeluarkan keputusannya.

"Kami hanya bisa berharap MK mempercepat mengeluarkan keputusannya, sehingga tidak mengganggu proses Pilkada Aceh yang digelar pada 2011," kata Koordinator tim pemohon uji materi UUPA Mukhlis Mukhtar di Banda Aceh, Selasa (14/12).

Menurut dia, kalau MK memutuskannya dalam waktu terlalu lama, maka akan melahirkan preseden buruk bagi proses peradilan di lembaga tersebut. Seperti diketahui, proses uji materi di Mahkamah Konstitusi berlangsung cepat. Apalagi pemohon uji materi berasal dari daerah, seperti Aceh, tentu butuh biaya ke Jakarta," katanya.

Selain itu, kata dia, banyak komponen masyarakat di Aceh mempertanyakan nasib uji materi pasal 256 UUPA. Namun, Mukhlis tidak bisa menjawab karena hal itu merupakan wewenang Mahkamah Konstitusi.

Permohonan yudisial review pasal 256 tersebut didaftarkan ke MK pada 31 Mei 2010. Pasal tersebut mengatur ketentuan calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah.

Pasal tersebut diujimaterikan karena menutup peluang kalangan perseorangan mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik gubernur maupun bupati dan wali kota di Provinsi Aceh lewat jalur independen.

Sidang uji materi Pasal 256 UUPA dengan nomor perkara 35/PUU-VIII/2010 tersebut sudah dua kali digelar. Sidang perdana digelar 16 Juni 2010 dan kedua 15 Oktober 2010.

Mukhlis mengatakan, dilihat dari materi yudisial review pasal 256 UUPA, tidak ada alasan MK menolaknya secara hukum, karena bila putusannya ditolak, maka menutup peluang hak masyarakat Aceh mencalonkan diri sebagai kepala daerah lewat jalur perseorangan.

Sementara, sebut dia, kran calon perseorangan sudah dibuka di provinsi lain. Padahal, Provinsi Aceh merupakan daerah yang pertama menyelenggarakan Pilkada yang memperbolehkan perseorangan mencalonkan diri.

"Jika ini terjadi, maka terjadi kemunduran demokrasi di Provinsi Aceh. Aceh bagian NKRI, jadi tidak boleh ada perbedaan dengan daerah lain," kata Mukhlis Mukhtar.

Pendapat Zulfahmi
Aceh adalah daerah istimewa. Jika UUPA tidak memberi pintu bagi calon perseorangan, adalah suatu keistimewaan yang patut dihargai. Tak perlu menuntut diserupakan dengan daerah lain. Lagi pula, calon perseorangan cenderung memanipulasi dukungan. Bukankah di Aceh ada partai lokal? Justru tiada di lain daerah.