Senin, 03 Januari 2011

Pilkada Aceh

Pro dan kontra tentang diperkenankannya calon perseorangan atau independen untuk dapat maju dan bertarung pada pilkada Aceh 2011 terjawab sudah dengan dibatalkannya pasal 256 Undang-undang pemerintahan Aceh (UUPA) oleh Mahkamah Konstitusi. Keputusan pembatalan tersebut dibacakan 30-12-2010 oleh ketua MK Mahfud MD di Jakarta.

Keputusan itu ditanggapi beragam oleh tokoh dan pejabat di Aceh, Bupati Bener Meriah Tagore Abu Bakar kepada Waspada Online mengakatan bahwa keputusan MK tersebut merupakan keputusan yang tepat dan objective untuk menjawab kebuntuan politik di Aceh selama ini.

"Namun saya sendiri tidak akan mengajukan diri untuk bertarung menjadi orang nomor 1 di Aceh pada Pilkada 2011 mendatang, saya tetap konsisten menunggu provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) dan menjadi gubernurnya nanti," jelasnya, siang ini.

Menurutnya, untuk mengantisipasi persoalan politik yang akan semakin “bergairah” ini dengan lahirnya calon independen, maka masyarakat gayo harus mengkonsolidasikan dirinya untuk menjelaskan ke araha mana nanti dukungan masyarakat gayo akan diberikan, prinsipnya Gubernur Aceh yang mendukung pemekaran provinsi ALA harus didukung oleh masyarakat Gayo.



“Saya akan turun sendiri untuk mengkoordinasikan berbagai hal mengenai siapa calon Gubernur Aceh pada Pilkada mendatang baik dari partai ataupun calon perseorangan yang layak didukung oleh masyarakat Gayo," terang Bupati Bener Meriah ini.


Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-VIII/2010 tanggal 30-12-2010, yang membatalkan pasal 256 Undang-undang pemerintah Aceh,  telah membuka peluang calon gubernur serta calon bupati dan walikota pada pilkada Aceh 2011 mendatang untuk maju dari jalur non partai atau jalur independen.



Hasbi Abdullah
Hal ini merupakan pukulan berat bagi Partai Aceh (PA) yang awalnya tidak begitu respon atas munculnya calon independen pada pilkada Aceh. "Dengan terbukanya calon independen di Aceh, maka diperkirakan kerja-kerja PA akan semakin berat dalam memenangkan calon mereka dalam pilkada nanti," ujar Mashudi SR, pengamat politik Aceh kepada Waspada Online, pagi ini.

Dikatakannya, benturan politik yang terjadi nantinya, adalah ketika calon independen berhadapan “vis to vis” dengan calon yang diusung oleh PA saat dilapangan, nah persoalannya adalah apakah calon independen memiliki kekuatan dan kemampuan untuk menghadapi benturan itu nanti.
Sebagai partai pemenang pemilu legislatif pada pemilu 2009 kemaren, PA memiliki kepentingan yang besar untuk memenangkan calon-calon mereka pada pilkada nanti, baik untuk kursi gubernur ataupun kursi bupati dan walikota di Aceh. "Artinya kemungkinan yang akan sangat sulit dihadapi oleh calon independen adalah saat berbenturan dengan kepentingan PA ini," ulas Mashudi.


Menurutnya, Partai Aceh dalam konteks politik lokal di Aceh saat ini memiliki kekuatan yang cukup signifikan, tidak hanya kekuaran sosial politik, namun juga kekuatan capital politik dalam hal ini uang dan kekuasaan yang mereka miliki saat ini. Dan tentunya dibutuhkan figur tokoh Aceh yang memiliki kharismatis dan merakyat serta juga memiliki kekuatan politik yang mumpuni dan handal untuk mengimbangi gerak politik PA nantinya.


Pendapat Zulfahmi
Penyediaan pintu bagi calon perseorangan atau independent dalam pilkada Aceh patut kita berikan penghargaan atau apresiasi karena Mahkamah Konstitusi dengan Putusan Nomor 35/PUU-VIII/2010 tanggal 30-12-2010, telah membatalkan pasal 256 UU nomor 11 tahun 2004 tentang Pemerintahan Aceh.
Di lapangan, sebenarnya tidak mudah bagi sepasang bakal calon independent memperoleh dukungan berupa tanda tangan dan foto copy KTP sebanyak 3 - 6,5 % dari jumlah warga. Fakta yang ditemukan di daerah lain, banyak terjadi manipulasi dukungan, dukungan fiktif dan dukungan ganda. 
Apalagi kini ada larangan pasal 4 Peraturan Pemerintah nomor  53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS, yang melarang PNS menjadi pendukung calon independent. Kini sudah semakin sedikit anggota masyarakat yang boleh menjadi pendukung calon independent. Sehingga rawan masuk penjara karena permasalahan dukungan.