Republika 14-1-2011
Sejumlah aktivis LSM lingkungan hidup menilai hanya ada satu cara yang harus ditempuh untuk menyelamatkan hutan Indonesia, yakni moratorium
Penilaian itu disampaikan koordinator CSF (Civil Society Forum), Giorgio Budi Indrarto, dalam konferensi pers di kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Jakarta, Jumat (14/1).
Pria yang akrab dipanggil Jojo itu mengemukakan, moratorium penebangan hutan sebagai implementasi perjanjian "Letter of Intent" (LoI) Indonesia dan Norwegia itu bermanfaat untuk menata kembali kawasan hutan.
Pembicara lainnya, Koordinator Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan, Mohammad Djauhari, mengatakan, moratorium sangat mendesak. Pasalnya, banyak kawasan lahan gambut yang telah dikonversi atau terancam diubah menjadi perkebunan untuk kelapa sawit. "Ini mencemaskan karena ada masyarakat adat yang sangat bergantung pada rawa gambut," kata Djauhari.
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Abdon Nababan, mengatakan, moratorium sebenarnya bukanlah usulan asli Norwegia. Usulan itu datang dari berbagai kelompok masyarakat sipil yang peduli terhadap isu lingkungan dan juga dari masyarakat adat di hutan.
Abdon menyesalkan karena masih terdapat politisi termasuk sejumlah anggota DPR yang menyatakan bahwa moratorium tersebut merupakan salah satu bentuk intervensi asing. "Moratorium sudah kita suarakan sejak hampir 15 tahun lalu," katanya.
Sedangkan Peneliti LSM Huma, Bernardinus Steni, mengatakan, bila moratorium tidak dijalankan, maka konflik antara industri dan warga berpotensi tetap terjadi yang dapat mengakibatkan kriminalisasi terhadap warga.
Sementara itu, Juru Kampanye Perubahan Iklim Walhi, Teguh Surya, memaparkan, moratorium dalam bentuk kegiatan penundaan izin usaha sektor kehutanan harus menghasilkan penurunan laju deforestasi sebesar 50 persen dari angka resmi yang saat ini dikeluarkan Kementerian Kehutanan yakni sebesar 1,17 juta hektar/tahun.
Pendapat Zulfahmi
Penanaman pohon ekonomis dapat menjadi jalan tengah yang bermanfaat bagi semua pihak, karena dapat mensejahterakan semua orang, dalam upaya mengatasi pemanasan suhu, yang menjadi pemicu bencana berupa hujan lebat, banjir, badai, petir, tanah longsor, gempa besar dan tsunami.
Sejumlah aktivis LSM lingkungan hidup menilai hanya ada satu cara yang harus ditempuh untuk menyelamatkan hutan Indonesia, yakni moratorium
Penilaian itu disampaikan koordinator CSF (Civil Society Forum), Giorgio Budi Indrarto, dalam konferensi pers di kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Jakarta, Jumat (14/1).
Pria yang akrab dipanggil Jojo itu mengemukakan, moratorium penebangan hutan sebagai implementasi perjanjian "Letter of Intent" (LoI) Indonesia dan Norwegia itu bermanfaat untuk menata kembali kawasan hutan.
Pembicara lainnya, Koordinator Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan, Mohammad Djauhari, mengatakan, moratorium sangat mendesak. Pasalnya, banyak kawasan lahan gambut yang telah dikonversi atau terancam diubah menjadi perkebunan untuk kelapa sawit. "Ini mencemaskan karena ada masyarakat adat yang sangat bergantung pada rawa gambut," kata Djauhari.
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Abdon Nababan, mengatakan, moratorium sebenarnya bukanlah usulan asli Norwegia. Usulan itu datang dari berbagai kelompok masyarakat sipil yang peduli terhadap isu lingkungan dan juga dari masyarakat adat di hutan.
Abdon menyesalkan karena masih terdapat politisi termasuk sejumlah anggota DPR yang menyatakan bahwa moratorium tersebut merupakan salah satu bentuk intervensi asing. "Moratorium sudah kita suarakan sejak hampir 15 tahun lalu," katanya.
Sedangkan Peneliti LSM Huma, Bernardinus Steni, mengatakan, bila moratorium tidak dijalankan, maka konflik antara industri dan warga berpotensi tetap terjadi yang dapat mengakibatkan kriminalisasi terhadap warga.
Sementara itu, Juru Kampanye Perubahan Iklim Walhi, Teguh Surya, memaparkan, moratorium dalam bentuk kegiatan penundaan izin usaha sektor kehutanan harus menghasilkan penurunan laju deforestasi sebesar 50 persen dari angka resmi yang saat ini dikeluarkan Kementerian Kehutanan yakni sebesar 1,17 juta hektar/tahun.
Pendapat Zulfahmi
Penanaman pohon ekonomis dapat menjadi jalan tengah yang bermanfaat bagi semua pihak, karena dapat mensejahterakan semua orang, dalam upaya mengatasi pemanasan suhu, yang menjadi pemicu bencana berupa hujan lebat, banjir, badai, petir, tanah longsor, gempa besar dan tsunami.