Kamis, 02 Desember 2010

BENCANA DI JOGYAKARTA

Warga Yogyakarta tampaknya sedang marah pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pangkal persoalannya, apalagi kalau bukan soal keistimewaan Propinsi itu. 

Sejumlah elemen masyarakat dari Kawula Ngayogyakarta Hadiningrat pun sampai menuntut permintaan maaf Presiden SBY karena telah mengeluarkan pernyataan bahwa sistem monarki di Yogyakarta bertabrakan dengan konstitusi dan demokrasi. 

Pemerintah memang berniat memangkas keistimewaan Yogyakarta yang salah satunya menggusur peran Sultan Yogyakarta sebagai gubernur. Usulan amandemen UU yang mengatur DIY pun sudah dibuat pemerintah dan tinggal menunggu diajukan ke DPR.

Tak hanya menuntut permintaan maaf, dalam aksinya di depan Gedung Agung itu, sejumlah peserta aksi menggunakan seragam tradisional prajurit Kraton. Demonstran yang lain, tampak membawa poster dengan beragam tulisan. 

Di antara bunyi poster itu, 'SBY Presiden Soyo Ora Cetho!' (SBY presiden yang semakin tidak jelas), 'Jogja Istimewa Atau Merdeka!!', dan 'Tidak Butuh Demokrasi Ala Kebo'. 

Selain itu, dibentangkan pula spanduk bertuliskan 'Selamat Datang di Wilayah Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat'.  



Harapan buruk warga Jogyakarta menjadikan sultan sebagai gubernur seumur hidup, sudah direspon Allah dengan gempa dan letusan gunung Merapi, maka insyaflah segera, sebelum bencana berupa pemusnahan generasi Jogyakarta yg masih hidup pada hari ini dengan bencana tsunami atau wilayahnya dibenamkan Allah, Introsfeksilah.
Keinginan warga Jogjakarta tersebut mirip dengan keinginan Gerakan Aceh Merdeka, yang direspon Allah dengan tsunami 26-12-2004.
Warga dapat beribadah dengan tenang, dan Sultan menjadi pemimpin budaya/keraton, lebih pantas disyukuri, dari pada menuntut Sultan menjadi gubernur seumur hidup. Pertimbangkan apa yang sudah diperbuat Sultan kepada rakyat selama 2 periode sebagai Gubernur?
UUD 1945 menyatakan kepala daerah dipilih secara demokratis, dan UU Pemerintahan Daerah mengaturnya melalui Pemilukada.
Warga Jogyakarta lebih baik menanam pohon yang ekonomis, lebih banyak lagi di setiap tanah kosong di wilayah Jogyakarta, agar keseimbangan alam lebih stabil, dan kesejahteraan warga meningkat.
Segeralah insyaf, manusia diturunkan ke bumi untuk memakmurkan bumi dan mengabdi kepada Allah semata, bukan untuk membuat kerusakan dan berprilaku zalim.

Tidak ada komentar: