Rabu, 08 Desember 2010

Mahkamah Konstitusi Masih Tetap Bersih



TII: KPK Harus Cepat Tangani Laporan Dugaan Suap MK


Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia (TII) Todung Mulya Lubis menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus bertindak cepat atas laporan dugaan suap hakim Mahkamah Konstitusi (MK). "KPK mesti cepat bergerak, KPK jangan sungkan dan ewuh pakewuh. Lakukan saja investigasi," papar Todung, Jumat (17/12).

Apalagi, lanjutnya, sudah ada hasil investigasi dari tim yang dibentuk MK sendiri. Sehingga KPK tinggal menelaah dan memanggil pihak-pihak terkait. "KPK harus memberikan prioritas dalam kasus ini agar lebih cepat kasus ini terbongkar," ujar Todung.

Ia pun mengimbau, agar pihak-pihak yang 'tarik ulur' dalam pelaporan kasus ini menahan diri. MK, imbuhnya, adalah tumpuan publik untuk penegakan hukum dan konstitusi. "Saya merasa prihatin tergerusnya wibawa kredibilitas MK. Jadi semua pihak harus menahan diri jangan umbar statemen," pungkas Todung. Apalagi MK memilih panel etik untuk menjembatani majelis kehormatan hakim.





MK Bentuk Majelis Kehormatan


Mahkamah Konstitusi (MK) memulai tahapan pembentukan Majelis Kehormatan Hakim (MKH) untuk kasus makelas kasus yang melibatkan Panitera Pengganti MK dan anak salah seorang Hakim MK.
"Hari ini, RPH (Rapat Permusyawaratan Hakim) tadi sudah memutuskan menunjuk 3 orang untuk menjadi panel," kata Ketua MK, Mahfud MD, Kamis (16/12).Anggota panel itu adalah Harjono, Achmad Sodiki, dan Ahmad Fadlil Sumadi.
Berdasarkan laporan tim internal yang memeriksa Panitera Pengganti, Makhfud, dan anggota keluarga salah satu Hakim MK (Nesyawati dan Zaimar), MK sampai pada kesimpulan untuk membentuk panel etik.
Panel tersebut bertugas melakukan pemeriksaan kembali terhadap Makhfud, Nesyawati, Zaimar, dan Dirwan Mahmud (seseorang yang mengaku telah menyerahkan uang). Tujuannya untuk menemukan bukti atau indikasi yang cukup untuk membentuk MKH bagi Arsyad Sanusi. 
"Kan dilarang, etika itu tidak boleh keluarga hakim menerima tamu di rumah yang berperkara. nah sekarang, betul nggak ada kaitan atau betul tidak Arsyad tahu atau tidak tahu," kata Mahfud. Baginya, masa kerja panel etik ini tidak akan lama, sebab semua orang yang harus diperiksa mudah untuk dipanggil.
Dia berharap ketika semua orang itu diklarifikasi kembali, semua bisa berbicara jujur. Mahfud menegaskan dalam panel tersebut Arsyad belum akan diperiksa.
Seperti yang diketahui. Tim Investigasi Suap MK menemukan adanya dugaan praktek makelar kasus yang dilakukan oleh anggota keluarga salah satu anggota Hakim MK, dan Panitera Pengganti. Mereka diduga menjanjikan kemenangan terhadap perkara yang diajukan oleh Dirwan Mahmud. Beberapa pertemuan sudah dilakukan, dan beberapa diantaranya dilakukan di rumah salah satu Hakim MK.




Ketua MK Malah Merasa Diinjak-injak
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, belum akan membuka jalur Majelis Kehormatan Hakim (MKH) untuk dugaan suap Bupati Simalungun terhadap salah satu Hakim MK. Pembentukan MKH untuk itu justru dianggap sebagai penghinaan terhadap lembaga pengadilan.

"Saya berharap masyarakat tidak menginjak-injak kehormatan MK untuk pembentukan MKH untuk Simalungun. Itu penghinaan," tegas Mahfud saat ditemui wartawan di kantornya, Kamis (16/12).

Menurutnya, kasus dugaan suap itu tidak bisa dibuktikan karena hanya berdasarkan dari keterangan satu pihak. Jika kemudian tuduhan tersebut dilayani, dikhawatirkan di lain waktu, seorang hakim bisa di MKH-kan hanya berdasarkan tuduhan sepihak. "Nanti bisa setiap hakim MK ini, setiap kepala daerah yang kalah berperkara, lalu mengaku saya pernah memberi uang kepada Mahfud. Saya pernah memberi uang ke Sodiki. Lalu dibawa ke MKH semua, padahal hanya orang yang mengaku sepihak," kata Mahfud.

Seperti diketahui, dalam laporan Tim Investigasi Suap MK, pada temuan pertamanya disebutkan bahwa Bupati Simalungun sudah menyiapkan uang senilai Rp 1 miliar yang akan diberikan untuk salah seorang Hakim MK. Temuan ini didasarkan pada keterangan Refly Harun, dan beberapa staf Bupati Simalungun, pada saat pemeriksaan oleh tim. Akan tetapi Bupati Simalungun itu sendiri justru tidak bisa dimintai keterangan. Bahkan belakangan dia membantah telah memberikan uang tersebut.

"Dzolim kalau orang tidak pernah ada kaitan, hanya ada orang yang mengaku pernah memberi uang, padahal tidak ada saksi yang mengatakan pernah menyampaikan uang itu lalu dibawa ke MKH," ujar Mahfud. Pembentukan MKH etrhadap tuduhan sepihak sama saja dengan menginjak-injak martabat MK, Hakim MK, dan lembaga peradilan. Jika setiap tuduhan sepihak itu berujung pada MKH, dia mengatakan, negara ini bisa kacau.



Pendapat Zulfahmi
Machfud MD benar, yg ia lakukan adalah aksi bersegera (fastabiqul) dalam melakukan kebajikan. Pengusul Majlis Kehormatan Hakim tersebut kayaknya ingin mengobok-obok MK. Ia dan kaki tangannya sudah mencoba mencemarkan kredibiltas MK dengan membuat opini dan pertemuan seolah-olah merupakan upaya penyelamatan MK. 



Lihat MK Diobok-obok, Jimly Sedih
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Assidiqie, mengaku kecewa dengan isu suap hakim yang melanda Mahkamah Konstitusi belakangan. Menurut dia, hal ini akan meruntuhkan wibawa MK yang sudah terbangun selama ini.
"Saya secara pribadi merasa kecewa dan sedih dengan kondisi MK yang sekarang," ujar Jimly kepada Republika, Rabu (15/12).
Menurut dia, isu suap yang dituduhkan kepada MK saat ini ditanggapi MK dengan terlalu reaktif. Semestinya, tudingan Refly Harun tak perlu membuat MK "kebakaran jenggot.
"Akibatnya masyarakat akan merasa ini ada yang disembunyikan oleh MK," lanjutnya.
Lebih jauh, hal ini akan mengikis nama baik MK yang sudah dibangun selama ini. Citra MK sebagai lembaga peradilan paling bersih justru akan dicurigai dengan tanggapan yang terlalu reaktif ini.
Jimly mengakui bahwa kewenangan MK untuk mengadili sengketa pemilu kada saat ini ikut menimbulkan potensi-potensi penyuapan. Walaupun hakim-hakim di MK bersih, kata Jimly, tetap akan banyak pihak bersengketa dan kuasa hukum mereka yang mencoba memberikan suap.
Ia juga menyoroti keterlibatan keluarga hakim dalam tudingan kasus penyuapan. Menurut dia, etika penanganan perkara di MK sebenarnya sudah sangat tegas melarang hakim dan keluarga mereka berhubungan dengan pihak berperkara.

Pendapat Zulfahmi
Karena MK berfungsi mengawal UUD 1945 dan mengadili sengketa Pemilu, wewenang MK cukup strategis dan fundamental. Maka bila ada peristiwa yang mengurangi kewibawaan MK para hakim MK wajib sensitif dan harus segera bereaksi. Sikap Machfud MD dan 8 hakim lainnya sudah pas. Justru Refly Harun yang terkesan mengada-ada.



13-12-2010
Putri Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi, Nesyawati Arsyad, mengaku belum pernah dimintai keterangan oleh tim investigasi suap Mahkamah Konstitusi (MK). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Pamannya, Zaimar.

Nama mereka berdua muncul di dalam laporan tim investigasi suap MK bersama dengan Panitera Pengganti Makhfud. Mereka diduga melakukan praktik makelar kasus untuk DM. "Saya juga tdak pernah diperiksa sama tim investigasi," ujar Nesyawati, di gedung MK, Senin (13/12). Menurutnya, pada saat tim investigasi bekerja, dia berada di China.

Nesyawati baru mengetahui namanya dicatut dalam laporan tim investigasi, yang menyebutkan dirinya telah menerima sejumlah uang untuk pemenangan perkara dari ayahnya. Meskipun demikian, dia mengakui telah bertemu dengan DM beberapa kali. Namun tidak pernah ada serah terima sejumlah uang.

Pertemuan itu, kata Nesyawati, hanya merupakan konsultasi biasa saja. Sebab DM mengetahui bahwa Nesyawati adalah seorang pengacara. DM ini telah beberapa kali berperkara di MK, namun permohonannya selalu ditolak.

DM datang menemui Nesyawati ke tempat tinggal Arsyad, di Apartemen Sekretariat Negara khusus para pejabat dan hakim di bilangan Kemayoran. Ketika itu tidak ada yang mengetahui DM adalah seseorang yang pernah berperkara di MK. Dia datang karena dibawa oleh Zaimar (Paman Nesyawati). DM juga hanya mengeluh tentang perkaranya yang tidak pernah menang.

Seperti sengketa pilkada Bengkulu Selatan yang kemenangannya digugurkan karena status dirinya sebagai mantan narapidana kasus pembunuhan dengan hukuman 7 tahun. Lalu, perkara lainnya yaitu tentang kedudukan seorang mantan narapidana untuk bisa menjadi kepala daerah.

Pengujian kedua itu dimaksudkan untuk membuktikan bahwa dirinya tetap berhak menjadi calon kepala daerah. Dua perkara itu tidak ada yang dikabulkan oleh MK. Sehingga DM merasa telah didzolimi oleh pengacara-pengacara dia sebelumnya. "Tapi setelah pertemuan itu saya tidak bisa bantu," ujar Nesyawati. Dia kemudian tidak pernah mengikuti pertemuan-pertemuan lain dengan DM.

Sementara itu menurut Paman Nesyawati, Zaimar, dirinya mengenal DM melalui kawan lamanya. Dia juga mengaku hanya bertemu sekali saja dengan DM, sebelum akhirnya sama-sama bertemu di rumah Arsyad Sanusi.

Terkait rumahnya yang menjadi tempat pertemuan, Hakim Konstitusi, Arsyad Sanusi, tidak mengelak. Tetapi harus dilihat lebih jauh apakah pertemuan itu melanggar kode etiknya sebagai hakim atau tidak. Sebab, dia tidak tahu menahu bahwa DM pernah berperkara di MK.

Selain itu, sebagai tamu anaknya, dia juga tidak mungkin meminta DM untuk pergi. "Apakah saya Hakim Konstitusi, punya anak, tinggal di rumah sama-sama, melanggar kode etik kalau orang datang ke rumah, yang saya tidak tahu (siapa sebenarnya tamu itu)," katanya.




12-12-2010
Panitera Pengganti Mahkamah Konstitusi, Makhfud, yang diduga menerima suap meminta diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Melalui kuasa hukumnya, ia mengaku menerima uang dari pihak berperkara, namun sudah mengembalikan. "Kami ingin mendahului melaporkan perkara ini ke KPK, karena MK juga akan melaporkan," ujar Andi M Asrun di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (10/12).

Andi yang datang tanpa didampingi Makhfud ini mengatakan bahwa ia ingin memperjelas melalui pemeriksaan dari KPK bahwa kliennya sudah mengembalikan uang dari calon Bupati Bengkulu Selatan, Dirwan Mahmud. Dirwan memberikan uang terkait gugatan yang ia ajukan ke MK, pada2009 lalu.

Andi menuturkan, bahwa Mahfud pertama bertemu dengan Dirwan pada Agustus 2009 lalu. Saat itu, Dirwan mengundang Makhfud untuk berkonsultasi masalah gugatan yang akan ia ajukan ke MK.

Sementara di sisi lain, Dirwan ingin menguji UU Pemda pasal 58 huruf f dan huruf h. Melalui dua pasal tersebut, MK pada Desember 2008 membatalkan kemenangan Dirwan dalam pilkada Bengkulu Selatan, dan meminta KPUD Bengkulu Selatan mengulang Pilkada tanpa keikutsertaan Dirwan. Dirwan menurut MK tak memenuhi syarat administrasi karena ternyata pernah di penjara selama 7 tahun.

Menyusul pertemuan tersebut, Dirwan kemudian memberikan uang yang totalnya senilai Rp 35 juta melalui utusannya di rumah Makhfud. Uang tersebut kemudian ia minta kembali, karena MK menolak permohonan uji materi Dirwan pada April 2009.
"Klien kami (Makhfud) awalnya tidak mau terima tapi dipaksa dengan alasan hanya untuk persahabatan, dan dia pikir uang sebesar itu bukan apa-apa buat Dirwan yang (mantan) anggota DPRD. Selain itu, pertemuan dan pemberian uang bukan inisiatif klien kami," lanjut kuasa hukum Makhfud.

Selain itu, Andi mengatakan Dirwan pernah juga memberikan Serifikat tanah yang berlokasi di Pondok Pinang, Jakarta pada istri Makhfud. Sertifikat ini juga sudah dikembalikan tiga hari kemudian. "Selain minta Pak Makhfud diperiksa, kami juga meminta KPK untuk memeriksa Dirwan," tutur Andi M Nasrun.

Ditambahkan Andi, saat mengajukan uji materi, Dirwan diwakili kuasa hukum Refly Harun. Ia juga akan meminta Refly untuk ikut diperiksa KPK. Pihak KPK melalui Jubir, Johan Budi menyatakan membuka pintu bagi setiap laporan, dan akan menindaklanjutinya. Johan juga mengatakan pihak MK juga akan datang mengantarkan laporan tentang dugaan suap di MK pada pukul 14.00 Jumat ini. 



Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bidang Pencegahan M Jasin mengatakan bahwa laporan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD terkait dugaan upaya penyuapan hakim konstitusi bisa berubah menjadi penyuapan.

"Apakah kasus ini percobaan penyuapan tergantung hasil kajian Direktorat Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat. Jadi belum bisa disimpulkan pasal apa yang mungkin disangkakan," kata M Jasin usai menerima laporan Ketua MK di Jakarta, Jumat.

11-12-2010

Menurut Jasin, Ketua MK memang melaporkan upaya penyuapan, namun bisa saja kasus tersebut menjadi penyuapan apabila memang hasil kajian Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK menyebutkan bahwa telah terjadi penyuapan.

Ia mengatakan Direktorat Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat memang akan mengkaji laporan dari tim investigasi kasus dugaan suap MK yang diserahkan Ketua MK ke KPK. Namun, KPK juga akan mengkaji setiap laporan lain yang diterima terkait kasus yang sama.

Jasin juga mengatakan bahwa Ketua MK telah menyerahkan beberapa dokumen yang merupakan salah satu kajian sementara dari tim investigasi. "Kenapa sementara, itu karena baru sebagian saja laporan yang diserahkan dari hasil investigasi atas dugaan suap ke MK," kata Jasin.

Sebelumnya, Ketua MK Mahfud MD mengatakan bahwa laporan yang diberikan ke KPK yakni upaya penyuapan kepada hakim konstitusi, bukan penyuapan. "Karena tim investigasi tidak menemukan bukti adanya penyuapan, jadi laporan ini upaya penyuapan," ujar Mahfud.

Ia juga melaporkan bahwa diduga ada tiga orang yang mengetahui upaya penyuapan terhadap hakim konstitusi. Ketiga orang tersebut adalah Bupati Simalungun JR Saragih, Refly Harun, dan Maherswara Prabandono.


9-12-2010
Dugaan suap di tubuh MK (Mahkamah Konstitusi) yang sempat dituduhkan Refly Harun ternyata tidak terbukti.
 
Dari paparan temuan tim investigasi dugaan suap hakim Mahkamah Konstitusi bersama Ketua MK Mahfud MD, pagi ini,  tim yang diketuai oleh Bambang Widjojanto secara de facto tersebut tidak menemukan indikasi adanya suap ke hakim MK.

Hasil temuan tim investigasi MK membantah tulisan Refly Harun di salah satu harian nasional berjudul 'MK Masih Bersih?'. Dalam tulisan itu Relfly mengatakan ada dugaan suap terhadap salah satu hakim MK terkait penanganan sengketa pilkada di salah satu daerah.

Jumpa pers yang digelar tim, yang beranggotakan pengacara senior Adnan Buyung Nasution itu mengambil momentum yang bagus bertepatan dengan peringatan Hari Anti Korupsi se-Dunia hari ini.

Refly yang ikut dalam jumpa pers hanya bisa memandang Mahfud MD saat menegaskan tidak ada indikasi hakim MK menerima suap. Refly duduk di sebelah kiri Mahfud, 'terhalang' Buyung yang duduk persis di samping kiri Mahfud MD.

Namun, dalam temuan tim, yang justru terbongkar adalah  suap yang diterima panitera pengganti bernama Mahfud (bukan M Mahfud MD, Ketua MK).

"Ada seorang panitera pengganti. Ini yang menangani kasusnya Refly. (Panitera pengganti dapat uang) Rp1 juta, Rp1,5 juta, sampai jumlahnya 58 juta, menjelang vonis menerima sertifikat tanah. Sesudah vonis kalah karena apa, panitera tidak punya akses ke hakim," ujar Ketua MK M Mahfud MD.

Dalam kesempatan itu, Mahfud juga membeberkan perkara pemilihan bupati Simalungun, Sumatra Utara, yang ditangani Refly Harun. Ketika itu, Refly meminta success feeatas kasus yang dia tangani. Sang bupati kemudian meminta diskon dengan alasan yang bersangkutan masih harus keluar dana dalam jumlah besar dalam menghadapi penyelesaian sengketa pilkada di MK.

Mahfud juga menegaskan tudingan Refly soal uang Rp1 miliar yang diduga diserahkankan oleh salah seorang calon kepala daerah di Papua kepada hakim konstitusi sebagai pemenangan biaya perkara tidak terbukti.

Mahfud berjanji akan memaparkan lebih lanjut mengenai berbagai tudingan suap miliaran rupiah kepada hakim konstitusi dalam konferensi pers tersendiri dalam waktu dekat. Dia hanya memastikan bahwa hasil temuan tim investigasi itu menunjukkan tidak ada indikasi suap kepada hakim konstitusi sebagaimana yang ditengarai Refly Harun.

Pembentukan tim ivestigasi tersebut dipicu oleh artikel Refly yang dimuat di kolom Opini harian Kompas edisi 25 Oktober silam. Dalam tulisan berjudul MK Masih Bersih? itu, Refly menyatakan dia melihat sendiri uang sekitar Rp1 miliar yang menurut pemiliknya akan diserahkan ke hakim MK. Pemberian uang itu diduga terkait dengan upaya untuk memenangkan perkara sengketa pemilihan kepala daerah yang ditangani MK.

Ketua MK Moh Mahfud MD kemudian segera merespons dengan menunjuk Refly yang mantan staf ahli Jimly Asshidiqie (Ketua MK sebelum Mahfud) itu sebagai ketua de jure tim investigasi dugaan suap tersebut. MK juga menunjuk dua aktivis antikorupsi sebagai anggota tim untuk membantu Refly. Mereka ialah Saldi Isra dan calon (ketika itu) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto.

Ketika itu, Refly menegaskan tuduhannya soal suap di MK itu bukan hasil karangan. "Saya tegaskan tulisan saya soal suap itu enggak ngarang. Saya tulis berdasarkan apa yang saya lihat sendiri," aku Refly.

Dia menambahkan semua tuduhannya bisa dipertanggungjawabkan. Namun, ia berkilah soal pembuktiannya. "Kalau pembuktiannya biar tim yang membuktikan. Saya hanya menulis apa yang saya saksikan. Silakan ditindaklanjuti," katanya.




9-12-2010
Tidak berhasil menemukan dugaan suap di MK (Mahkamah Konstitusi), tim investigasi suap MK justru mencari alasan.

Menurut anggota tim Bambang Widjojanto, untuk tiga kasus yang dibeberkan Refly Harun di kolom opini Kompas, 25 Oktober lalu, tim memfokuskan pada salah satu kasus.

Hasilnya, tim menemukan bahwa Refly benar melihat sendiri uang senilai 1 miliar dollar AS yang menurut pemiliknya akan diberikan kepada hakim MK untuk menang dalam suatu perkara.

Itu dikuatkan oleh hasil pemeriksaan sejumlah saksi kunci. Namun, sayangnya, tim tak bisa menindaklanjuti kasus ini sampai batas waktu yang ditentukan.

Dikatakan Bambang, pihaknya ingin tahu apa betul terjadi pertemuan awal antara salah seorang hakim MK dengan orang yang mengklaim itu. Petunjuk-petunjuk mengatakan yang perlu dikonfirmasi langsung ke orang yang diklaim tersebut.

"Orang tersebut tidak bisa dikontak-kontak lagi, meski pernah sekali. Ada keterbatasan kami sebagai tim bukan penegak hukum," kata Bambang, pagi ini.

Bambang mengatakan, apakah terjadi pertemuan, tidak bisa dia ketahui lebih lanjut. Lalu apakah uang itu sedang diserahkan, juga tidak bisa diketahui lebih lanjut.

Indikasi lainnya muncul setelah dalam proses, tim menerima pula masukan dari orang yang pernah berperkara di MK.

Orang tersebut secara rela menuliskan testimoni bahwa dia pernah menyerahkan uang agar menang dalam proses perkaranya. Dia mengaku dimintai oleh hakim MK. Tim langsung memanggil yang bersangkutan dan menelusurinya. Hasilnya mengejutkan.

"Betul terjadi penyerahan uang dalam jumlah tertentu, tidak hanya uang tapi juga sertifikat yang dititipkan tapi juga sudah dikembalikan. Dari dua orang ini dapat informasi ada dugaan keterlibatan dari anggota keluarga dari salah seorang hakim. Selain itu, juga melibatkan panitera pengganti," kata Bambang dalam konferensi pers yang dihadiri pula oleh Ketua MK Mahfud MD dan anggota tim lainnya, seperti Sadli Isra, Adnan Buyung Nasution, dan Refly Harun.

Dalam rilis juga dijelaskan, orang tersebut dimintai uang oleh anggota keluarga dan panitera pengganti ini untuk diberikan kepada beberapa hakim. Namun, karena tidak mampu memberikan uang sebanyak jumlah yang diminta, orang tersebut hanya memberikan beberapa sertifikat tanah dan rumah.

Tim sendiri mengaku belum memeriksa anggota keluarga hakim. Berdasarkan hasil temuan ini, tim merekomendasikan pembentukan Dewan Kehormatan untuk indikasi mafia perkara serta melaporkan temuan kasus kedua yang sudah jelas siapa yang terlibat kepada KPK untuk menanganinya.

"Kami minta kasus ditindaklanjuti menurut prosedur hukum yang berlaku, apakah ini pemerasan atau penyuapan," tandasnya.





Dari www. waspada.co.id
Isu suap yang menerpa hakim Mahkamah Konstitusi (MK) terus menggurita. Namun, MK terus membantah adanya suap tersebut.

Hakim MK, Akil Mochtar, mengaku pernah dituduh Refly Harun menjadi makelar kasus untuk memenangkan perkara di MK. Akil membantah tudingan itu. "Itu omong kosong. Memang buktinya ada?" kata Akil, hari ini.

Akil menceritakan, bahwa dirinya dituduh mengatur perkara dengan anggota Panitia Pemilihan Kecamatan. Padahal, kata Akil, dirinya kerap menerima pesan singkat, misalnya dari Papua yang mengancam keluar dari NKRI jika dikalahkan MK.

"Apa yang begitu harus kita tanggapi? Ada juga yang SMS, perkara Marauke mengeluarkan uang Rp20 miliar untuk Pak Akil, Hamdan, Ibu Maria, Pak Alim. Bayangkan, SMS seperti itu apakah kita langsung percaya? Itu SMS ditunjukan langsung ke saya," ungkapnya.

Menurut Akil, melakukan transaksi suap senilai Rp20 miliar tidaklah mudah. Sebab, jika ingin dimasukkan ke rekening sendiri di bank harus diverifikasi terlebih dahulu. "Saya tidak punya uang Rp20 miliar di rekening. Dan saya terlalu murah untuk harga Rp20 miliar," ucapnya.

Ketua MK, Mahfud MD, mengangkat Refly Harun, yang juga seorang pakar hukum tata negara, sebagai ketua tim investigasi pengungkapan markus di MK setelah Refly menulis opini di Kompas edisi 25 Oktober.

Dalam tulisannya, Refly menyebutkan, bahwa dirinya pernah mendengar langsung di Papua ada orang yang mengatakan menyediakan uang bermiliar-miliar rupiah untuk berperkara di MK termasuk menyuap hakim MK dalam menangani  Pemilukada.

Selain itu dia juga mengaku pernah mendengar langsung dari seseorang yang pernah diminta hakim MK untuk mentransfer uang Rp1 miliar sebelum putusan MK diketuk palu.

Akil sendiri menyatakan siap diperiksa tim investigasi mafia hukum pimpinan Refli itu. Namun, dia meminta pemeriksaan itu didasari oleh adanya dugaan yang kuat.

"Masak nggak ada ujug-ujug-nya gua diperiksa? Gua gampar entar pake duit 20 mililar itu, lho. Aku membayangkan uang 20 miliar itu diangkut pake pick up kecil itu," kata Akil.







Arsyad Sanusi


Alamat kerja : Jl. Medan Merdeka Barat No.6 Jakarta PusatTempat/tanggal lahir : Bone / 14-04-1944Agama : IslamJabatan : Hakim Konstitusi RI


Pendidikan dasar sampai menengah di Bone (1956 - 1964); 
Fakultas Hukum UNHAS, Makasar (Sarjana Hukum) - 1972; 
Pasca Sarjana FH UII, Yogyakarta (Strata 2) - 2002; 
Program Pasca Sarjana FH UI, Jakarta (Strata 3) - 2007 


Pendidikan Non-Formal ; 

  1. Seminar E-Commerce for Business Owners (i-Secura (PT. Secura Agradi), Jakarta, 2000) 
  2. Seminar E-Commerce dalam Perdagangan Efek di Bursa Efek (PT. Bursa Efek Surabaya, Surabaya, 2000) 
  3. Seminar Mengkritisi UU Tindak Pidana Korupsi (Ikadin Cabang Bandung, Dirjen Administrasi Hukum Departemen Kehakiman dan HAM RI, Bandung, 2001) 
  4. Seminar Nasional “Menuju Good Governance and Clean Governance Melalui Peningkatan Integritas Sektor Publik dan Swasta (Dalam Semangat Konvensi PBB Menentang Korupsi), (Ditjen Multilateral Politik dan Sosial – Departemen Luar Negeri RI, Jakarta, 2004) 
  5. Seminar Pengkajian Hukum Nasional 2005 “Implikasi Amandemen Konstitusi dalam Pembangunan Hukum di Indonesia” (Komisi Hukum Nasional (KHN) Republik Indonesia, Jakarta, 2005) 
  6. 6.Lokakarya Tentang Penerapan Dan Interpretasi Undang-Undang Anti Korupsi (UNODC, MARI, Departemen Hukum dan HAM RI, Kendari, 2005) 
  7. National Integrity Meeting tentang Penerapan dan Interpretasi Undang-Undang Anti Korupsi (UNODC, MARI, Departemen Hukum dan HAM RI, Jakarta, 2006) 
  8. Studi Perbandingan Hukum Indonesia – Belanda (MARI, Belanda, 1986) 
  9. Studi Perbandingan Hukum Indonesia – Australia (MARI, Australia, 2000) 
  10. Studi Perbandingan Hukum Indonesia – Jepang (MARI - JICA, Jepang, 2006
  11. Karir :
  12. H. M Arsyad Sanusi lahir di Bone, Sulawesi Selatan, 14 April 1944. Suami dari Hj. Enny Arsyad Sanusi ini memperoleh Gelar Sarjana Hukum dari Universitas Hasanuddin Makassar, pada tahun 1972 dan Magister Humaniora (M.Hum) dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta pada tahun 2001. 



Setelah tamat Sekolah Hakim dan Jaksa Negara (SHDN) tahun 1963-1964 diangkat sebagai Pengatur Hukum di Pengadilan Negeri Donggala, Sulawesi Tengah, tahun 1965. 
Karir ayah enam orang anak ini terus meningkat dengan menjabat sebagai Panitera Pengganti pada Pengadilan Tinggi Makassar tahun 1969-1970. Langkah karirnya tergolong lancar, walaupun bukan hal yang mudah untuk di dapat. 
Hal ini dibuktikan melalui perjalanan karirnya sebagai hakim yang diawali dengan menjadi Hakim pada Pengadilan Negeri Bantaeng tahun 1970-1971, Hakim pada Pengadilan Negeri Makassar tahun 1971-1981, Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara 1981-1988, dan Hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya tahun 1988-1992. 
Selanjutnya, beliau dipercaya sebagai Ketua Pengadilan Negeri Sungguminasa tahun 1992-1994, Hakim pada Pengadilan Negeri Bandung tahun 1994-1997, Ketua Pengadilan Negeri Bogor tahun 1997-1998, dan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya tahun 1998-2001. 
Keberhasilan tak berhenti, dibuktikan pada pertengahan Maret 2001 dengan ditugaskan sebagai Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Selanjutnya dipromosikan sebagai Wakil Ketua Pengdilan Tinggi Kendari pada tahun 2004. Tahun yang sama, dipromosikan sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Kendari dan akhirnya menjadi Ketua Pengadilan Tinggi Kendari, dan pada tahun 2006 kembali dipromosikan sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Makassar. 
Salah satu kenangan yang tidak terlupakan di Pengadilan Tinggi Makssar ini adalah bahwa beliau pernah ditugaskan sebagai ”satpam” yang menjaga rumah jabatan Ketua Pengadilan Tinggi Makassar. Namun roda terus berputar, sehingga antara tahun 2006 – 2008 beliau kembali menginjakkan kaki di Pengadilan Tinggi Makassar dan rumah jabatannya dijaga oleh dua orang satpam. 
Bagi kakek dari 15 orang cucu ini, hidup penuh semangat dan selalu berbuat baik adalah hal yang wajib untuk dilakukan. Tawa dan canda harus selalu menghiasi hari-harinya. Hal ini selalu dilakukan dengan isteri tercinta, anak-anak, menantu, cucu, dan orang-orang di sekitarnya. 
Seakan-akan kesulitan tidak boleh menggelayuti sedetik pun dalam hidupnya. Sosok tinggi tegap ini memiliki hobi olah raga, baik terjun langsung maupun hanya menikmati melalui layar kaca televisi. Olah raga Golf masih beliau mainkan, terkadang bersama dengan anaknya, sementara Tenis dan sepak bola hanya bisa beliau nikmati melalui layar kaca mengingat kesibukan dan usia. 
Dengan hobi ini, tak heran bila beliau pernah menjadi pelatih nasional tenis meja. 


Pada tanggal 29 Mei 2008, beliau resmi menjadi Hakim Konstitusi utusan dari Mahkamah Agung Republik Indonesia, dengan dilantiknya Beliau di hadapan Presiden Republik Indonesia, bertempat di Istana Negara Jakarta.