Kamis, 02 Desember 2010

Gubernur Jogyakarta ?

14-12-2010
Patrialis: Verifikasi Tidak Bertujuan Coret Partai Kecil


Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Patrialis Akbar, mengatakan, draft Rancangan Undang Undang tentang Keistimewaan Yogyakarta sudah selesai harmonisasi di tataran pemerintah. Saat ini RUU sedang menunggu surat pengantar dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Draft RUU Keistimewaan Yogyakarta sudah berada di Sekretariat Negara, menunggu surat pengantar dari Presiden untuk disampaikan ke DPR RI," kata Patrialis Akbar di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (14/12).

Menurut Patrialis, isu draft RUU Keistimewaan Yogyakarta banyak mengatur hal-hal yang terkait dengan Yogyakarta sebagai daerah istimewa. Beberapa keistimewaan Yogyakarta yang diatur dalam draft RUU tersebut, menurut dia, antara lain, mengatur soal jabatan Sultan Hamegku Buwono dan Paku Alam.

Dalam draft RUU Keistimewaan Yogyakarta, kata dia, pemerintah mengusulkan suksesi gubernur daerah istimewa Yogyakarta melalui meknisme pemilihan, bukan penetapan.

Dalam meksnisme pemilihan gubernur itu, katanya, setiap orang yang akan mencalonkan diri sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur harus mendapat persetujuan dari Sultan dan Paku Alam.

"Sultan dan Paku Alam meskipun tidak menjadi gubernur tetap menjadi orang nomor satu dan nomor dua di Daerah Istimewa Yogyakarta," kata Patrialis.

Meskipun nantinya terpilih orang lain sebagai gubernur di daerah istimewa Yogykarta, menurut dia, tapi gubernur tetap harus meminta persetujuan dari Sultan dan Paku Alam untuk memutuskan suatu kebijakan.

DPRD Provinsi Yogyakarta yang membuat peraturan daerah atau penyusunan anggaran daerah, kata dia, juga harus mendapat persetujuan dari Sultan dan Paku Alam.

Posisi penting dalam penyusunan anggaran ini, kata Patrialis, bukan menempatkan Sultan sebagai "alat stempel", tapi justru untuk memberikan pertimbangan. "Jika Sultan setuju maka akan dilaksanakan, tapi jika Sultan tidak setuju yak tidak dilaksanakan," katanya.

Keistimewaan berikutnya, menurut Patrialis, Sultan Hamengku Buwono otomatis menempati posisi gubernur utama. Sedangkan posisi gubernur dipilih oleh DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Jika Sultan menghendaki mencalonkan diri sebagai calon gubernur, menurut dia, maka kerabat Kesultanan atau kerabat Pakualaman tidak boleh ada yang mencalonkan lagi.

"Kalau hanya ada satu pasangan calon, maka pasangan tersebut langsung ditetapkan DPRD sebagai pasangan gubernur dan wakil gubernur," katanya.

Patrialis mengaku telah membaca draf RUU Keistimewaan Yogyakarta secara detil, sehingga sudah memahami isi dan maksudnya. "Saya sudah membacanya dari ujung rambut sampai ujung kuku RUU itu," katanya.

Patrialis berharap, anggota DPR RI yang menerima draf RUU Keistimewaan Yogyakarta bisa memahami seperti dirinya juga. Soal aspirasi masyarakat Yogyakarta, menurut dia, DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sudah memutuskan agar Sultan tetap memimpin Yogyakarta sebagai gubernur.

"Itu urusan DPRD, sedangkan Undang-undang urusan DPR RI. Di DPR RI juga ada anggota yang berasal dari daerah pemilihan Yogyakarta. Mereka juga ikut membahas," kata Patrialis.


Pendapat Zulfahmi
Draft RUUK DIY kayaknya sudah sesuai harapan dan tuntutan warga Yogyakarta dahulu dan sekarang. Terlihat manis dalam formula yang sesuai dengan pasal 18 (4) UUD 1945 dan mandat Sultan 5-9-1945, serta sesuai dengan harapan warga Yogyakarta.

Republika 13-12-2010
Bulog Yogyakarta Gelar OPK Cadangan Beras Tiga Ribu Ton
Bulog Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bekerjasama dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Provinsi DIY serta Pemeritah Kabupaten/Kota se-DIY akan melakukan  Operasi Pasar Khusus (OPK) Cadangan Beras Pemerintah untuk 201.628 Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (SPM) di seluruh DIY.

''Beras yang akan disalurkan sebanyak 3.024,42 ton. Setiap Rumah Tangga SPM akan menerima 15 kilogram dengan harga Rp 1.600 per kilogram. Tentu saja ini untuk keluarga miskin yang terdata di BPS (Badan Pusat Statistik),''kata Kepala Seksi Pengadaan dan Analisa Harga Pasar Bulog DIY, Wahyu Widi, kepada Republika, Senin (13/12). 

OPK cadangan beras pemerintah ini akan berlangsung mulai Senin ini hingga akhir Desember 2010. OPK Cadangan Beras Pemerintah tersebut merupakan tambahan OPK Cadangan Beras Pemerintah bagi 201.628 Rumah Tangga SPM di seluruh DIY yang telah dilakukan tanggal 1-10 Desember. Namun, OPK Cadangan Beras pada awal Desember lalu hanya mengalokasikan masing-masing Rumah Tangga SPM hanya menerima lima kilogram.

Di samping itu, Bulog DIY juga mulai melakukan operasi pasar murni langsung ke pedagang pasar di kota Yogyakarta (Pasar Lempuyangan, Pasar Kranggan dan Pasar Demangan). ''Hari ini sudah terjual tiga ton beras karena di masing-masing pasar terjual satu ton beras. Rencananya, Selasa (14/12) juga masih akan dilakukan operasi pasar murni di tiga pasar tersebut ditambah pasar Prawirotaman,''tutur dia.


Pendapat Zulfahmi
Sultan harus memperhatikan 201.628 KK jumlah penerima beras miskin. Agar di masa datang berhasrat memakmurkan bumi Jogyakarta. Kekuasaan, harta dan kemuliaan harus digunakan memakmurkan bumi sambil mensejahterakan warga sendiri. Bila tidak ia akan sirna ditelan bumi.


Pak Hasyim Muzadi jangan mengabaikan UUD 1945, kalau UU Keistimewaan Jogyakarta kelak di uji di MK?  Sementara Kepala Daerah harus dipilih secara demokratis melalui pemilu.
Bukankah manusia diturunkan ke bumi adalah utk memakmurkan bumi dan mengabdi ke Allah. Sudah makmurkah Jogya di tangan Sultan? Mengapa bencana melandanya?

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk tenang dan berpikir jernih serta menghormati proses dan mekanisme pembuatan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keistimewaan DIY.

Dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Kamis, Presiden menegaskan penghormatannya sebagai kepala negara terhadap keistimewaan Yogyakarta dan menyatakan RUU Keistimewaan DIY yang tengah dirancang pemerintah justru untuk menghormati warga DIY.

"Saya ingin menyampaikan imbauan dan harapan kepada seluruh rakyat Indonesia termasuk saudara di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk semuanya tenang kembali serta tetap berpikir dan bertindak jernih. Saya harap semuanya menghormati proses dan mekanisme pembuatan undang-undang ini," tuturnya.

RUU DIY, lanjut dia, justru memberikan kepastian dan mewadahi keistimewaan DIY secara permanen. Presiden menjelaskan RUU tersebut tidak hanya mengatur tentang kekuasaan atau suksesi Gubernur dan Wakil Gubernur DIY tetapi juga tentang keistimewaan DIY secara keseluruhan antara lain yang berkaitan dengan sisi pemerintahan, pengelolaan tanah dan pengaturan tata ruang, pelestarian budaya dan warisan sejarah, serta penghormatan dan perlakuan khusus terhadap peran istimewa bagi pewaris Kesultanan dan Kepakualaman secara permanen.

"Kita juga tidak ingin karena tidak diatur untuk persoalan suksesi menjadi masalah di kemudian hari. Aturan suksesi tentu pemerintah akan sangat mendengar pandangan dan pemikiran Sri Sultan dan Paku Alam sendiri serta kerabat Kesultanan dan Kepakualaman yang lain. Beliau-beliaulah yang memiliki otoritas dan lebih tahu bagaimana proses mekanisme dan kearifan dalam suksesi itu semua," tutur Presiden.

Presiden pun menyampaikan pendapatnya bahwa apa pun model suksesi yang dipilih, baik model demokratis maupun penetapan langsung, harus memberikan peran dan hak kepada para pewaris Kesultanan dan Kepakualaman karena dimensi sejarah memang memberikan ruang bagi keistimewaan tersebut.

Kepala Negara juga mempersilakan masyarakat luas terutama warga DIY untuk menyampaikan aspirasi terkait RUU DIY kepada Kementerian Dalam Negeri.

Pembahasan RUU DIY antara pemerintah dan DPR nantinya pun, lanjut dia, tentunya akan mempertimbangkan masukan serta pandangan dari masyarakat luas. Presiden pun berjanji pemerintah akan tunduk pada produk akhir UU DIY yang akan dibahas bersama dengan DPR.

Usai menggelar konferensi pers menjelaskan RUU DIY di Istana Negara, Presiden Yudhoyono langsung memimpin rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan untuk kembali mematangkan pembahasan RUU DIY bersama dengan Wakil Presiden Boedino dan menteri-menteri terkait
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menyarankan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebaiknya tidak mengotak-atik Sri Sultan Hamengku Buwono X karena dikhawatirkan akan memancing sentimen negatif masyarakat Yogyakarta.

"Sebaiknya SBY tidak mengotak-atik Sultan melalui proses perundangan, sekalipun sebagai pemerintah punya hak legislasi, karena dampaknya akan memukul balik SBY melalui gelombang emosional warga Yogyakarta," katanya di Jakarta, Rabu.

Apalagi, lanjut pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam di Malang dan Depok itu, jika wacana referendum di Yogyakarta semakin meluas.
"Kalau sampai referendum berjalan terus, akan berdampak luas terhadap keselamatan republik," kata Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars (ICIS) tersebut.

Menurut Hasyim, sistem pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta sebaiknya dibiarkan tetap seperti sekarang sebagai wujud keistimewaan daerah itu.

Ia menyatakan, tidak menjadi masalah jika Gubernur Yogyakarta bukan hasil pemilihan umum, dan hal itu juga tidak lantas berarti di Yogyakarta berlaku sistem monarki.

"Bukan hanya faktor historis dan jasa Kesultanan Yogyakarta kepada RI, tapi fakta yang ada bahwa Sultan memerintah DIY bersama DPRD yang dipilih langsung rakyat dan bersama-sama bertanggung jawab ke pemerintahan pusat, dimana monarkinya?," katanya.

Persoalan menyangkut keistimewaan Yogyakarta kembali mencuat setelah Presiden Yudhoyono dalam rapat kabinet pada 26 November 2010 menyatakan tidak boleh ada sistem monarki di Indonesia karena bertabrakan dengan konstitusi dan nilai demokrasi.

Sultan pun mempertanyakan pernyataan Presiden tersebut karena ia merasa sistem pemerintahan yang dijalankan Provinsi Yogyakarta sama dengan yang dijalankan provinsi lain.

Mendagri Gamawan Fauzi di Jakarta, Rabu, menyatakan pernyataan Presiden telah ditangkap secara salah oleh sejumlah kalangan.
"Saat itu Presiden hanya memberi pengantar soal tiga aspek yang harus diperhatikan dalam pembahasan RUU Keistimewaan Yogyakarta, yakni monarki, nilai demokrasi, dan konstitusi," katanya.


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyerahkan Penghargaan Ketahanan Pangan dan Penghargaan Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) kepada empat gubernur, yakni Gubernur DIY, Gubernur Sulawesi Tenggara, Gubernur Riau, dan Gubernur Nusa Tenggara Timur. Sri Sultan Hamengkubuwono X menerima langsung penghargaan itu dari Presiden SBY.

Pemberian penghargaan ini dilangsungkan di Istana Negara, Jumat (3/12). Malam sebelumnya Kamis (2/12), Presiden juga bertemu dengan Sultan untuk menyerahkan tanda jasa Satya Lencana Pembangunan bidang pendidikan dalam peringatan puncak Hari Guru Nasional 2010 di Tenis Indoor Senayan.

Sejak Presiden SBY memberikan penjelasan langsung tentang keistimewaan Yogyakarta, belum dijadwalkan pertemuan antara Presiden dengan Sultan secara resmi. Keduanya hanya bertemu dalam acara-acara seremonial. Acara pemberian P2BN ini diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian untuk memotivasi stakeholder dalam membangun ketahanan pangan.




Tidak ada komentar: