Kamis, 16 Desember 2010

Undang-undang Partai Politik

Mantan Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ramlan Surbakti, mengatakan sistem liga layaknya dalam sepakbola perlu diterapkan untuk mendorong penyederhanaan sistem kepartaian, yang mendukung sistem presidensial yang efektif, sekaligus lebih demokratis. "Kita mengusulkan sistem liga seperti liga dalam sepakbola untuk menjawab penyederhanaan partai politik yang mampu mendorong sistem presidensial yang membuat pemerintahan lebih efektif di satu sisi, namun juga mendorong demokrasi yang lebih efektif di sisi lain," kata Ramlan yang juga Dewan Eksekutif Kemitraan dalam konferensi pers kemitraan di Jakarta, Rabu (22/12).

Menurut dia, perdebatan pada parliamentary treshold saat ini tidak akan memunculkan sistem demokrasi yang lebih efektif berdasarkan kompetisi, namun memungkinkan munculnya oligarki politik. Ia juga mengamati demokrasi yang terjadi saat ini terlihat kolutif dibandingkan kompetitif, sehingga tidak terlihat adanya kepentingan untuk melayani masyarakat.

Untuk itu, menurut dia, liga partai politik diharapkan mampu mengurai penyederhanaan partai politik di satu sisi dan demokrasi yang lebih efektif disisi lain. Ia mengatakan, dalam liga partai setidaknya ada tiga kelas. Pertama, partai politik lingkup nasional yang bisa menjadi peserta pemilu nasional, pemilu DPRD provinsi dan kabupaten/kota.

Kedua, partai lingkup provinsi yang menjadi peserta pemilu DPRD provinsi dan Kabupaten/kota. Dan terakhir partai lingkup kabupaten/kota yang hanya mengikuti pemilu untuk DPRD Kabupaten/kota.

Semua partai politik harus bergerak dari bawah dan diperbolehkan mengikuti pemilu anggota DPRD Kabupaten dan Kota. Partai politik berhasil meraih 2/3 anggota DPRD Kabupaten dan Kota dapat menjadi peserta dalam pemilu untuk DPRD Provinsi. Apabila partai politik mampu meraih suara 2/3 suara DPRD provinsi dapat menjadi peserta dalam pemilu untuk DPR pusat.

Dengan sistem ini, maka memungkinan sebuah partai politik nantinya bisa naik untuk ikut pemilu yang lebih besar atau justru sebaliknya, partai politik dapat terdegradasi karena tidak memenuhi prasyarat 2/3 suara tersebut. Model liga partai politik ini menurut dia, mendorong terjadinya kompetisi yang sehat dan memaksa partai politik untuk bergerak di akar rumput. "Dengan model ini pula pembentukan partai politik tidak lagi menjadi arena petualangan elit Jakarta yang mengandalkan modal uang," ungkapnya.

Sementara itu, untuk menyederhanakan jumlah partai politik di parlemen, ia mengusulkan parliamentary threshold tetap 2,5 persen namun diberlakukan di semua pemilu baik DPR maupun DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Ia menambahkan, langkah penyederhanaan partai politik di parlemen juga memeperkecil jumlah kursi di daerah pemilihan dari 3-10 untuk DPR dan 3-12 kursi untuk DPRD menjadi 3-6 kursi untuk DPR dan DPRD.

"Dengan dikecilkan jumlah kursi maka diharapkan akan memudahkan masyarakat untuk mengenali para calon," katanya. Untuk semakin memperkuat penyederahanaan parpol, ia mengsulkan agar hanya partai politik yang memiliki suara minimal sama dengan kuota suara yang berhak mendapatkan kursi.



Pendapat Zulfahmi
Terimakasih atas ide cemerlangnya, Pak Prof. Ramlan Surbakti. Semoga DPR dapat mengadopsinya.

Ketua Umum DPP Partai Damai Sejahtera, Denny Tewu, menyatakan proses revisi RUU Parpol saat ini terkesan sangat menafikan keterwakilan dari partai-partai yang berbasiskan agama ataupun kelompok masyarakat tertentu.

Ia khususnya menyorot pasal 3 ayat 2 (c) yang menyebutkan untuk menjadi badan hukum, Parpol harus mempunyai kepengurusan pada setiap provinsi dan paling sedikit 75 persen dari jumlah kabupaten dan kota pada provinsi bersangkutan. Dan paling sedikit 50 persen dari jumlah kecamatan pada kabupaten dan kota yang bersangkutan.

Dengan situasi itu, menurut dia, bisa dibayangkan bagaimana partai seperti Partai Damai Sejahtera (PDS) bisa memperoleh 75 persen di Provinsi Aceh dan 50 persen atas kecamatannya.

"Itu pertanyaan mendasar pula bagi partai yang beragama tertentu di Sulawesi Utara, Maluku, Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur dan Provinsi Bali," katanya.

Bagi Denny Tewu, RUU Parpol ini terlalu rentan dengan keinginan kelompok tertentu untuk menghapuskan parpol-parpol yang berbasiskan agama. Dia melihat jika semua Parpol harus memenuhi 100 persen provinsi, 75 persen kabupaten dan kota, lalu 50 persen kecamatan, ini bukan hal yang mudah.


Pendapat Zulfahmi
PDS lebih bijak koalisi, dalam menyikapi perubahan UU Parpol yang baru. Ketokohan kader PDS tidak akan memudar karena koalisi.

Penyederhanaan jumlah parpol melalui revisi UU Partai politik No 2/2008 mendesak dilakukan. Sebab, terlalu banyaknya jumlah partai tidak bisa membangun akuntabilitas politik antara partai dan konstituennya.

Demikian dikatakan Direktur Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia (Puskapol Dip FISIP UI), Sri Budi Eko Wardani.

Penyederhanaan Parpol Mendesak Dilakukan, Tapi...

Ia kemudian menjelaskan, dalam Pemilihan Umum 2009, perolehan kursi Partai Demokrat, Golkar dan PDIP di nasional dan lokal telah mencapai separuh dari total perolehan kursi yang ada. Di DPR RI, perolehan kursi ketiga partai besar ini telah mencapai 61,96 persen dari total kursi yang ada. Sementara di DPRD semua provinsi, perolehan kursi tiga partai ini mencapai 48,97 persen dan di DPRD Kabupaten/Kota, perolehan kursi tiga partai ini mencapai 42,87 persen. Maka, meskipun ada kecenderungan menurun di tingkat lokal yang diakibatkan persaingan lebih ketat (tidak ada Parliamentary Threshold untuk kursi DPRD), tetapi perolehan kursi ketiga partai ini tetap dominan di tingkat lokal secara agregat.

"Malah ada Kabupaten/Kota yang memiliki 25 jumlah kursi namun jumlah partai peserta pemilunya mencapai 20 parpol," tegasnya untuk menggambarkan ketidak efektifan terlalu banyaknya parpol peserta pemilu.

Terkait hal ini, Dani, panggilan akrabnya,  mengakui bahwa dirinya pun melihat dilematis dalam hal penyederhanaan partai di Indonesia sekarang. Menurutnya, akan sulit untuk melakukan penyederhanaan partai, apalagi ada aturan parpol yang boleh ikut pemilu hanya yang PT nya mencapai 2,5 persen dan punya kursi di daerah. "Sudah pasti penyederhanaan partai akan tidak terjadi," kata dia.

Dalam hal ini, Dani memperkirakan bahwa UU parpol dan UU pemilu Ini akan menjadi kumpulan pasal kompromi. Prediksinya, partai-partai kecil itu boleh ikut pemilu, tapi verifikasinya diulang lagi.

Rencana Partai Damai Sejahtera
Baru saja disahkan di DPR, perubahan UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sudah ingin dibawa ke meja Mahkamah Konstitusi. Partai Damai Sejahtera yang merasa dirugikan dengan perubahan UU Parpol itu segera mengajukan uji material ke MK.
Demikian disampaikan Ketua Umum Partai Damai Sejahtera (PDS) Denny Tewu kepada pers di Jakarta, Kamis (16/12). Menurut dia, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dari RUU Parpol yang merugikan PDS bersama sejumlah partai lain.
Menurut Denny, gugatan yang disampaikan ke MK yakni soal tidak konsitennya antara UU tersebut dengan UU sebelumnya. Partai-partai yang sudah berbadan hukum seharusnya tidak perlu diverifikasi lagi.
Selain itu, kenaikan kewajiban adanya perwakilan partai di propinsi dari 60 persen pada UU sebelumnya, menjadi 100 persen. "Ini sangat tidak proporsional. Kesinambungan antara UU sekarang dengan UU sebelumnya yang berkaitan UU Pemilu juga tidak konsisten," katanya.
Dia menambahkan, UU Parpol yang baru mencerminkan tidak adanya peningkatan antara produk lalu atau pemerintah yang lalu dan sekarang. "Semuanya dimulai dari nol lagi. Bagaimana makna pemilu sebelumnya," katanya.
Menurut dia, kalangan anggota parlemen dan pemerintah tidak "fair". "Jika UU Parpol tidak konsisten seperti ini, bagaimana dengan pemilu? Saya khawatir jegal- menjegal akan lebih parah lagi nantinya," kata Denny.

Pendapat Zulfahmi
UU parpol yang baru makin baik, mencerminkan kontinuitas dengan UU parpol no. 2/2008. Pengurus partai wilayah dan daerah memang harus berkembang bukan menciut atau statis seperti yang diharapkan PDS. 
Partai boleh banyak, tapi parpol peserta Pemilu sebaiknya maks 12 saja, agar KPPS tak sampai bergadang menyusun rekapitulasi perolehan suara partai calon legislatif.