Revisi UU No 2/2008 tentang partai politik dianggap sebagai senjata untuk membantai parpol-parpol kecil. Revisi yang memuat aturan semakin ketat untuk parpol ini dianggap jelas dibuat dengan niat yang tidak baik untuk membunuh partai kecil supaya tidak tumbuh.
Demikian dikatakan Sekretaris Pelaksana Harian Pimpinan Kolektif Nasional Partai Demokrasi Pembaruan (PKN PDP) Didi Supriyanto saat dihubungi Republika, Rabu (15/12). "Ke depannya akan lebih mudah untuk partai besar agar memenangkan pemilu 2014," katanya.
Maka, revisi yang antara lain menerapkan aturan verifikasi kepengurusan partai yang wajib ada di semua provinsi dan sebagian besar Kabupaten/kota ini, menurutnya, dibuat atas dalih demokrasi namun sebenarnya mematikan demokrasi. Sebab, kata dia, revisi ini hanya bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan.
Apalagi, kata dia, apabila parpol harus diverifikasi ulang maka revisi ini bertentangan dengan UU sebelumnya. Yakni di UU Pemilu yang menyatakan bahwa peserta pemilu 2009 bisa menjadi peserta pemilu berikutnya.
Selain itu, melakukan verifikasi inipun dianggap Didi merupakan hal yang mubazir. "Karena akan menghabiskan biaya yang sangat besar untuk partai dan pemerintah," tegasnya.
Apalagi, katanya, ditambah dengan melihat UUD 1945 pasal 28, bahwa pendirian partai merupakan manifestasi dari kemerdekaan berserikat dan berkumpul. PDP, menurutnya, bersikap akan menolak dan melawan akan adanya aturan baru tersebut. "Aturan itu hanya perangkap yang menggunakan yang menggunakan alasan konstitusi," katanya.
Ia menekankan agar DPR tidak membuat syarat yang membatasi masyarakat dalam membuat partai. Apalagi hanya dengan tujuan untuk memonopoli suara. Pasalnya, dengan aturan seperti itu, partai-partai besar saja yang akan dipilih oleh masyarakat. "Pada akhirnya nanti, yang ikut pemilu hanya mereka yang membuat UU," kata dia.
Pendapat Zulfahmi
Partai boleh banyak, tapi yang menjadi peserta pemilu idealnya cukup 12 partai. Agar kerumitan pemilu bisa diurai. Penting diingat, bahwa penyelenggara Pemilu di tingkat bawah, KPPS yang bertugas di TPS, kesulitan membuat rekapitulasi perolehan suara, bila peserta pemilu lebih dari 12 partai.