Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia akan mengawal penetapan Sri Sultan Hamengkubuwono dan Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Rancangan Undang-Undang tentang Keistimewaan Yogyakarta.
"Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI akan mengawal aspirasi warga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terkait dengan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta," kata anggota DPD dari Provinsi DIY Muhammad Afnan Hadikusumumo saat dihubungi dari Yogyakarta, Kamis.
Ia mengatakan, seperti diamanatkan UU, DPD RI akan dilibatkan oleh DPR dalam pembahasan awal RUU. Bukan hanya itu, DPD juga akan melakukan lobi-lobi ke partai politik untuk mendukung penetapan Sultan dan Paku Alam sebagai pimpinan Provinsi DIY.
"Semua anggota DPD yang berjumlah 132 orang secara bulat mendukung mekanisme penetapan Sultan dan Paku Alam menjadi gubernur dan wakil gubernur Provinsi DIY," katanya.
Menurut dia, posisi Sultan dan Paku Alam sebagai pimpinan daerah merupakan bagian integral dari keistimewaan Provinsi DIY dan tidak dapat terpisahkan.
"Adanya wacana gubernur utama dan parardhya, rancu karena sejak dulu Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat telah memiliki lembaga pararadhya yang posisinya justru berada di bawah Sultan," katanya.
Karena itu, kata dia, jika RUUK menempatkan Sultan sebagai parardhya, hal tersebut justru mereduksi posisi Sultan, bukan meninggikan posisi seperti yang selama ini disebut pemerintah. "Sebaiknya DPR dan Sri Sultan Hamengku Buwono X duduk bersama untuk meredam tensi politik yang meninggi terkait dengan RUUK DIY," katanya.
Pendapat Zulfahmi
Keinginan DPD mempertahankan posisi Sultan dan Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur seumur hidup, tidak sesuai dengan UUD 1945. Kelak akan terjadi gubernur atau wakil gubernur Jogyakarta yang masih anak-anak. Tidak ada buruknya kekuasaan di provinsi ini dibagi antara sultan dan gubernur yang dipilih secara demokratis, agar tanah Jogyakarta yang 70% milik kraton dapat lebih optimal ditanami pohon, sebagai penyeimbang lingkungan, yang selama ini masih diabaikan sultan. Sehingga negeri Jogyakarta dapat terhindar dari bencana yang kerap datang, dan terhindar dari pemusnahan massal oleh bencana berupa bumi menelan setiap orang fasik di negeri Jogyakarta.
13-12-2010
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta akan menyelenggarakan rapat paripurna terbuka dengan agenda utama membahas Rancangan Undang-undang Keistimewaan provinsi tersebut pada Senin (13/12).
"Rapat paripurna secara umum akan membahas mengenai masukan konsep Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)," kata Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY Yoeke Indra Agung Laksana di Yogyakarta, Ahad (12/12).
Selain itu, menurut dia, rapat paripurna secara khusus juga akan membahas, menentukan, dan memutuskan mengenai sikap DPRD DIY terhadap keberpihakan pada penetapan atau pemilihan gubernur.
"Kami akan berupaya mengambil keputusan mengenai hal itu melalui musyawarah untuk mufakat. Keputusan rapat selanjutnya akan kami sampaikan kepada pemerintah pusat dan DPR agar dapat menjadi pertimbangan dalam pembahasan RUUK DIY," katanya.
Ia mengatakan, persiapan untuk menyelenggarakan rapat paripurna terbuka yang rencananya diikuti seluruh pimpinan dan anggota DPRD DIY dan dihadiri ribuan warga di provinsi tersebut telah dilakukan.
"Kami juga akan memberi ruang bagi warga DIY yang menyaksikan secara langsung rapat paripurna terbuka dengan menyediakan televisi yang cukup besar di halaman dan sekitar gedung DPRD DIY," katanya.
Dengan demikian, menurut dia, warga bisa menyaksikan secara langsung jalannya rapat paripurna DPRD DIY dengan leluasa, tanpa harus masuk ruang rapat. Hal itu dilakukan agar rapat paripurna dapat berlangsung tertib dan lancar.
"Kami juga sudah menyampaikan surat kepada seluruh fraksi di DPRD DIY untuk menghadiri rapat paripurna tersebut," katanya.
Ia mengatakan, pihaknya juga sudah menghubungi pimpinan kepolisian untuk mengamankan rapat paripurna terbuka.
"Kami telah menyiapkan semua yang diperlukan sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang ada, karena rapat paripurna merupakan forum tertinggi di DPRD DIY," katanya.
Pendapat Zulfahmi
Rapat DPRD DIY membahas RUUK DIY merupakan forum resmi untuk memberikan masukan kepada DPR dalam merumuskan RUU tersebut. Semoga berjalan lancar, tertib dan warga Jogya dapat berfikir madani. Rumusan pasal 18 (4)UUD 1945, mandat Sultan 5-9-1945 adalah realitas yang patut dihormati warga Jogya dan keluarga kraton.
Bila warga Jogyakarta melakukan kekerasan fisik memperjuangkan Sultan sebagai Gubernur seumur hidup, itu adalah bencana kecil bagi warga Jogyakarta, dan lazimnya akan berakhir dengan bencana yang bersifat mengganti generasi kini dengan generasi baru yang mau menggunakan akalnya dengan benar. Ada 2 bencana besar yang akan datang pertama tsunami, kedua tanah akan menelan warga Joyakarta (tanah terbelah atau negerinya dijungkir balikkan). Dan ini hanya akan merenggut orang-orang berdosa saja, namun dalam jumlah yang massal.
Sebaiknya bencana meletusnya gunung Merapi sudah cukup menjadi pelajaran bagi warga Jogyakarta. Ingatlah bahwa bencana hanya ditimpakan kepada orang yang zalim saja.
Perhatikan QS Alan'am:65: Katakanlah: "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian) kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami (nya).
QS Annahl:45: maka apakah orang-orang yang membuat makar yang jahat itu, merasa aman (dari bencana) ditenggelamkannya bumi oleh Allah bersama mereka, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari,
“Betapa banyaknya negeri yang telah Kami binasakan, maka datanglah siksaan Kami (menimpa penduduk) nya di waktu mereka berada di malam hari, atau di waktu mereka beristirahat di tengah hari. Maka tidak ada keluhan mereka di waktu datang kepada mereka siksaan Kami, kecuali mengatakan: ‘Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim”. QS Ala’raf: 4-5
Warga Jogyakarta lebih baik mempertimbangkan apa yang sudah dilakukan sultan dalam 2 periode jabatan gubernur, sebelum menuntut ke pemerintah pusat agar sultan menjadi gubernur seumur hidup. Ketahuilah meletusnya gunung merapi adalah azab dari sebab melakukan maksiat, dan menelantarkan tanah tanpa menanaminya dengan pohon yang ekonomis, sehingga banyak warga miskin. Meletusnya gunung merapi jangan dianggap sebagai kalender gunung merapi semata, ia adalah azab yang disegerakan di dunia atas berbagai dosa warga setempat.
Saran saya, warga Jogyakarta perlu memperhatikan UUD 1945, bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis melalui pemilu. Jangan mempersulit SBY dengan berbagai macam tuntutan yang bertentangan dengan UUD 1945.
Sebaiknya warga Jogyakarta menyukuri nikmat kemerdekaan, sadari tujuan Allah menurunkan manusia di bumi adalah untuk memakmurkan bumi bukan untuk berbuat kerusakan. Tanami bumi Jogyakarta dengan pohon-pohon yang ekonomis agar warga meningkat kesejahteraannya. Dan ingat mengabdi hanya kepada Allah saja.
Pakar budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Prof Dr Heddy Shri Ahimsa Putra mengingatkan bahwa kraton adalah identitas Yogyakarta.
Heddy menyampaikan hal itu menanggapi polemik yang terjadi antara pemerintah pusat (presiden SBY) dengan Yogyakarta (Kraton) berawal dari adanya perbedaan interpretasi antara kedua belah pihak tentang istilah monarki dan bukan.
"Ada satu hal yang sebenarnya terlupakan dalam masyarakat Yogyakarta, bahwa kraton itu merupakan bagian dari identitas Yogyakarta bagian dari budaya milik masyarakat Yogyakarta. Karena itu saya sangat mengerti jika masyarakat Yogyakarta marah. Ini bukan masalah politik tapi ini masalah budaya itu yang penting," tandasnya saat ditemui di UGM, Selasa (30/9).
Karena merupakan identitas dan budaya Yogyakarta maka penetapan kepala daerah di Yogyakarta sudah menjadi sebuah tradisi yang diyakini dan di ikuti sejak jaman Panembahan Senopati. " Masa, tradisi yang sudah terbangun sejak zaman dahulu tiba-tiba akan dicerabut begitu saja. Ini akan menimbulkan reaksi keras," tegasnya.
Karenanya pihaknya menghimbau pemerintah pusat agar memahami penetapan kepala daerah dakam Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) DIY dari dua sisi yaitu sisi sejarah dan sisi Kraton Yogyakarta sebagai sebuah identitas budaya yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat setempat. "Ini menyangkut budaya, jika ini diganggu orang bisa berani mati untuk membelanya. Coba saja lihat saat Tari Pendet atau Reog Ponorogo di klaim Malayusia, bagaimana reaksi masyarakat kita," tambahnya.
Karena itulah, masalah RUUK DIY ini menjadi sebuah masalah yang serius sehingga pemerintah pusat juga harus menyikapinya secara arif. Pasalnya sebagai sebuah simbol atau identitas Kraton Yogyakarta bagi masyarakat Yogyakarta kata Heddy ibarat bendera merah putih atau Garuda Pancasila dengan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Jika itu diganggu maka akibatnya orang bisa marah. Dan kemarahan itu bentuknya macem-macem dari demonstrasi, memberontak atau mbalelo," jelasnya. Hal tersebut kata dia bisa saja terjadi pada masyarakat Yogyakarta.
Sri Sultan Hamengku Buwono X sendiri tidak mau berkomentar terkait polemik tentang RUUK DIY tersebut. Bagi Sultan dirinya sudah gamblang memberikan keterangan terkait hal itu beberapa hari lalu. "Saya tidak mau berkomentar, saya sudah memberi komentar kemarin dan itu cukup," tandasnya usai rapat penanggulangan banjir lahar dingin Merapi di Balaikota Yogyakarta.
Sultan sendiri siap dipanggil presiden SBY untuk membicarakan hal itu, tetapi saat ini pihaknya tidak akan memberikan komentar apapun termasuk reaksi masyarakat Yogyakarta terhadap sikap pemerintah pusat atas RUUK DIY. "Itu tanyakan masyarakat, silahkan saja masyarakat mau apa," tegasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar